Ternyata Sebuah Kebahagiaan itu Bukan Presepsi Kita


Bulan Maret 2020 World Happines Report menerbitkan laporannya mengenai negara-negara yang paling bahagia penduduknya. Negara Finlandia berada di urutan pertama dari 156 negara yang disurvei dengan mengacu kepada layanan sosial yang baik, pemerintahan yang jujur, kepercayaan sosial, lingkungan yang aman dan kehidupan yang sehat. 

Nah, buku ini mencoba untuk mencoba menelusuri negara-negara yang paling membahagiakan. Judul Bukunya The Geography of Blisss: Kisah Seorang Penggerutu yang Berkeliling Dunia Mencari Negara Paling Membahagiakan. Buku Bestseller New York Times ditulis oleh Eric Weiner. Di Indonesia diterbitkan oleh Qanita, Bandung 2019.

Tapi tunggu jangan berkesimpulan awal mengenai kebahagiaan yang diidentikkan dengan negara atau tempat. Karena justru inilah yang menjadi pertanyaan awal penulis. Sebagai seorang koresponden asing National Public Radio NPR Eric sudah melanglang buana termasuk ke negara-negara konflik seperti Irak dan Afganistan, negara-negara yang boleh dibilang tidak membahagiakan dan mewawancarai banyak orang mengenai kebahagiaan itu sendiri. 

Pertanyaan kritis adalah, bagaimana kalau di tempat-tempat yang kacau itu tetapi justru itu adalah tempat-tempat bahagia yang tidak digembar-gemborkan? Atau sebaliknya, bagaimana bila tinggal di negara-negara yang kaya tanpa membayar pajak, di negara yang demokratis kemudian otomatis itu tempat yang bahagia? Inilah misi buku ini ditulis yaitu ingin mengetahui yang sebenarnya yang hasilnya dituangkan dalam buku ini.

Pencaharian kebahagiaan yang dilakoni oleh Eric Weiner ke berbagai negara itu diceritakan dengan apik dan sangat runtut. Bahkan ketika perjalanannya ke Belanda misalnya sebagai negara yang pertama kali diceritakan di buku ini memiliki penjelasan bagaimana kebahagiaan menurut pengalaman orang-orang Belanda dan yang dicoba untuk dilakoninya yaitu minum bir, mengisap ganja yang enak dan mempelajari tentang kebahagiaan di negeri Kincir Angin tersebut. 


Tetapi pelajaran yang menarik adalah, ketika ia menulis, Toleransi itu sangat bagus, tetapi toleransi dapat dengan mudah bergeser ke ketidakpedulian, dan itu sama sekali tidak menyenangkan. Akhirnya ia Eric berujar, "Seandainya saya pindah ke Belanda, mungkin beberapa bulan kemudian Anda akan mendapati saya ditelan asap ganja Maroko sambil merangkul seorang pelacur di lengan kiri dan kanan. Tidak, cara hidup orang belanda tidak cocok untuk saya. Hal.55.

Dari semua tempat bahagia itu memiliki kesamaan yaitu tempat itu memberi keleluasaan , suatu perasaan  bahwa kehidupan itu lebih luas daripada hidup itu sendiri. Penulis juga menyinggung soal kunjungannya ke Bali, dan berharap ia akan menyaksikan berbagai kuil-kuil Hindu dan inkarnasi-inkarnasi budaya Bali yang kaya. Tapi ia kaget di sana ia melihat bangunan Sturbucks yang masih baru dan mentereng. Momen-momen seperti ia ingin bertanya dalam hatinya, Kenapa repot-repot meninggalkan rumah? Beruntung pengalaman menjadi baru ketika ia mendatangi Pulau Lombok dan mengadakan perjalanan melewati desa-desa yang belum berubah selama empat ratus tahun terakhir. 

Lebih menarik adalah ketika penulis mempersilahkan kepada siapapun untuk memberitahu negaranya dengan kebahagiaannya. Dan luar biasanya banyak tanggapan dari banyak orang yang menawarkan kebahagiaan melalui tempat dan negaranya. Artinya kebahagiaan itu dinikmati oleh banyak orang oleh hampir banyak negara. Memang menjadi khusus terdaftar ketika dibuat standart dan persyaratan sebuah negara disebut negara yang penduduknya paling bahagia.


Posting Komentar

0 Komentar