Ketahui Karakter Anak Usia Sekolah dengan Pendekatan yang Baik
Karakter usia anak sekolah memiliki kekhususan tersendiri dalam mendekati mereka. Tumbuh kembang anak usia sekolah dimulai ketika anak-anak mengenal lingkungan lebih luas dari sekedar rumahnya.
Ketika mereka ada di luar maka fokus mereka bukan lagi apa yang ada di rumah, tapi teman-teman mereka mungkin lebih didengarkan pendapatnya ketimbang kita orang tuanya. Berapa usia mereka dikatakan masuk remaja? Masing-masing anak berbeda satu dengan yang lain.
Kalau kita mau mengkatagorikan mereka sudah mulai masuk ke masa remaja di mana mereka mengalami berbagai perubahan, baik secara fisik maupun emosi. Kalau sebelumnya mereka akan memperhatikan apa yang disampaikan oleh orang tua dan berusaha untuk menurutinya, tapi kini mereka mencoba untuk lebih mempercayai rekan sepermainan mereka.
Sementara kita sebagai orang tua bisa saja kaget, apalagi bila anak kita yang pertama di mana kita belum punya pengalaman sebelumnya. Mereka sudah mulai berani melawan ataupun berusaha untuk tampil sebagai anak yang bukan lagi anak mami. Bagaimana kita sebagai orang tua menghadapi kondisi seperti itu? Strategi apa yang akan dipakai oleh kita orang tua?
Bisa jadi dua pola ini yang akan diambil oleh orang tua menghadapi perubahan anak-anak masuk ke usia remaja tadi. Pertama pola percakapan. Pola ini orang tua akan berusaha untuk melakukan pendekatan komunikasi terhadap anak dengan berusaha membuka dialog dengan mereka. Tapi tentu saja mendekati meteka dengan dialog pun harus menggunakan komunikasi yang efektif, karena kalau tidak, maka percakapan bisa berubah menjadi perdebatan.
Perdebatam terjadi karena bisa saja di tengah-tengah komunikasi ada hambatan-hambatan yang muncul dari komunikasi itu sendiri. Sekarang, yang perlu kita cari adalah hambatan-hambatan dalam komunikasi dengan anak usia sekolah itu apa?
Tapi kita pegang dulu prinsip pola pendekatan percakapan ini sebagai prinsip. Karena setidaknya, kalau orang tua menggunakan pola percakapan, pola dialog, walaupun mendapatkan perlawanan, setidaknya kita sudah memberikan peluang kepada anak untuk berbicara dan mengungkapkan apa yang menjadi isi hatinya. Tapi sebagai orang tua kita perlu belajar untuk bersikap sabar. Salah satu hambatan komunikasi dengan anak adalah ketidaksabaran kita sebagai orang tua menghadapi anak.
Bersikap sabar di sini adalah kita berusaha untuk menjadi temannya, menjadi sahabatnya. Kita bukan menjadi orang yang menganggap anak adalah makhluk yang tidak tau apa-apa dan tidak mengerti banyak hal sehingga kita menggurui sedemikian rupa. Di sinilah perlunya strategi komunikasi yang baik dalam mendekati anak-anak yang masuk dalam usia sekolah. Jika kita tidak sabar, maka mungkin kita malah terjebak menggunakan pola kedua. Apa itu?
Pola kedua adalah komunikasi kepenurutan. Ini merupakan hambatan terbesar hubungan antara anak dengan orang tua. Kita sebagai orang tua maunya menggunakan pola instan dalam melakukan pendekatan. Polanya, didekati dengan ‘tangan besi’, kamu harus menuruti apa yang dititahkan orang tua, titik. Pola komunikasi ini bisa saja terjadi, dan anak-anak memang menjadi takut dengan sikap orang tua. Apa yang keluar dari mulut orang tua, harus diikuti. Pola ini biasanya akan menghilangkan kebahagiaan anak. Pola ini juga akan menutup pintu komunikasi dan kedekatan antara orang tua dengan anak.
Sekarang, pola apa yang akan kita gunakan supaya komunikasi dengan anak itu berjalan dengan baik? Saya sendiri lebih setuju dengan pola pertama yaitu pola komunikasi percakapan. Di dalamnya memberikan ruang kepada orangtua dan anak untuk bisa berdiskusi, bagaimana baiknya dari sebuah persoalan yang muncul di dalam keluarga. Pola ini memang sebaiknya sudah dibangun sejak anak-anak kita kecil, supaya itu akan terbawa ketika anak-anak sudah masuk ke usia sekolah, atau usia remaja. Supaya tidak ada rentang waktu hubungan itu putus antar keduanya.
Sebuah buku menarik layak untuk dibaca mengenai tumbuh kembang remaja saat ini yang cukup memprihatinkan. Data-data buku tersebut adalah:
Judul : Deteksi Dini Potensi Kenakalan Remaja: (JUVENILE DELINQUENCY) DAN SOLUSI
Penulis : Dr. Tri Anjaswarni, S.Kp. M.Kep.
Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons)
Dr. Sri Widati, S.Sos, M.Si.
Dr. Ah. Yusuf, S.Kp. M.Kes
Penerbit : Zifatama Jawara
Tahun : Sidoarjo, Agustus 2019
Tebal : 158 halaman
Menjadi manusia yang utuh, yang dimulai dari masa kanak-kanak hingga remaja, adalah proses menuju kedewasaan yang tidak semua anak dan remaja dapat lalui dengan baik. Banyak di antara mereka yang gagal menyelesaikan tugas perkembangan, sehingga tidak mencapai kompetensi yang diharapkan dan bahkan mungkin terlibat dalam penyimpangan perilaku. Kenakalan remaja yang melibatkan hukum atau tindakan kriminal, yang dikenal sebagai juvenile delinquency, adalah salah satu masalah perilaku serius yang memerlukan perhatian.
Fenomena yang dialami oleh remaja masa kini menunjukkan kesenjangan antara harapan dan realitas dalam proses pertumbuhan dan perkembangan mereka. Idealnya, remaja yang berkembang dengan baik akan menampilkan perilaku yang adaptif, asertif, komunikatif, produktif, dan mampu menjalankan peran sosialnya dengan efektif. Namun pada kenyataannya, banyak remaja yang mengalami masalah, terlibat dalam pelanggaran hukum, dan menjadi bagian dari kenakalan remaja. Terdapat berbagai penelitian yang berusaha mengidentifikasi faktor risiko yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja.
Perhatian khusus terhadap kenakalan remaja sangat penting karena memiliki dampak yang luas terhadap individu remaja, keluarga, masyarakat, serta bangsa dan negara. Kegagalan dalam menangani remaja yang berperilaku juvenile delinquency dapat berujung pada kerusakan bangsa, mengingat remaja merupakan aset nasional. Oleh karena itu, penanganan kenakalan remaja harus dilakukan secara komprehensif, dengan mempertimbangkan berbagai faktor risiko dan berorientasi pada pencegahan.
Hal ini melibatkan kerjasama multidisiplin dari berbagai praktisi, termasuk perawat jiwa komunitas, pendidik, psikolog, tokoh agama, keluarga, tokoh masyarakat, pemerintah, dan bahkan partisipasi aktif dari masyarakat. Tentu yang kita harapkan adalah pendekatan yang baik, komunikatif, supaya kita tidak hanya melihat dari sisi negatifnya saja, tapi bagaimana peluang anak-anak kita itu bagi masa depannya. Semoga!
Komentar
Posting Komentar