Apakah Jilbab Wajib Menurut Islam?

Pertanyaan inilah yang coba dijawab oleh M. Quraish Shihab dalam buku #1 National Bestseller dalam memberikan penjelasan mengenai, apakah jilbab wajib menurut Islam?

Semarak penggunaan jilbab sangat terasa di berbagai tempat di Indonesia, bukan hanya penggunanya dari kalangan santri wanita, tapi hingga merambah sampai di kampung-kampung cukup mudah ditemukan. Mereka para wanita, ibu-ibu dan remaja putri sangat mudah ditemui menggunakan jilbab, dan bahkan menjadi bagian dari seragam wajib di berbagai sekolah. Bukan hanya di sekolah-sekolah berbasiskan agama, tapi juga di tempat pendidikan umum seperti SMA menjadi bagian seragam dalam keseharian.

Tapi menariknya hukum jilbab itu sendiri ternyata menyimpan polemik atau lebih tepatnya perbedaan antara ulama yang satu dengan ulama lainnya dari sisi hukumnya. Hal ini tentu saja baru diketahui oleh penulis setelah membaca buku yang ingin disajikan ini. Selama ini penulis berpikir, jilbab itu sebagai seba sebuah hukum tunggal yaitu wajib bagi setiap wanita, namun rupanya buku ini membuka wawasan baru bahwa tidak semua ulama satu kata dalam melihat hukum jilbab.

Bicara jilbab sebenarnya berbicara aurat bagi wanita di mana Al-Qur'an yang berbicara mengenai batasan-batasan pakaian wanita yang akhirnya disebut aurat tadi, megandung aneka interpretasi, sedangkan hadist-hadist yang merupakan rujukan utama dan yang dikemukakan oleh berbagai pihak, tidak meyakinkan pihak lain, baik karena dinilai lemah oleh kelompok yang menolaknya dikarenakan interpretasi yang berbeda. Jadi bagaimana sikap seorang ulama tersohor M. Quraish Shihab melihat hal ini? Buku ini menjawab dengan konsekuensi, bisa jadi kurang disukai oleh yang satu dan dipuji oleh yang lain, begitupun sebaliknya.

Judul           : Jilbab Pakaian Muslimah: Pandangan Ulama Masa Lalu & Cendikiawan Kontemporer

Penulis        : M. Quraish Shihab

Penerbit       : Penerbit Lentera Hati

Tahun           : Jakarta, Cetakan VI Shafar 1433/Maret 2012

Halaman       : 276 + xviii halaman

Tak dapat disangkal bahwa penggunaan jilbab di beberapa tempat di belahan dunia termasuk di Indonesia salah satunya adalah karena faktor kesadaran dalam beragama. Walaupun menurut penulis, bukan itu satu-satunya faktor utamanya. Ada faktor lainnya seperti menjadi mode cara berpakaian banyak wanita. 

Tapi tak dapat dinafikan juga ada faktor ekonomi penggunaan jilbab yang lura biasa saat ini yaitu karena mahalnya salon-salon kecantikan yang tambah mahal sehingga jilbab menjadi solusinya. Atau juga dari segi kepraktisan, kecepatan dengan penggunaan jilbab yang tidak disibukkan dengan pengaturan rambut dan seterusnya.

Tapi jilbab juga bisa sebagai bentuk perlawanan terhadap sikap-sikap dunia Barat yang kurang menghargai Islam dengan cara menggunakan simbol-simbol Islam itu sendiri. Tapi juga sebagai bentuk aturan dalam sebuah partai politik yang berbasiskan Islam sebagai bentuk penanda dengan wanita non Muslim.

Buku ini memang tidak membahas hal-hal praktis maraknya penggunaan jilbab dalam beberapa tahun terakhir ini, tapi yang ingin diangkat adalah berbagai pandangan dari para ulama dan cendekiawan menyangkut pakaian muslimah. Tentu hal ini berhubungan dengan batas-batas aurat yang boleh dan tidaknya dilihat oleh yang bukan muhrim.

Menariknya, penulis buku ini bukannya tidak mendapatkan penilaian baik itu negatif atau sebaliknya positif oleh banyak orang karena tidak berada di garis yang tegas, dan berada di posisi di mana penulis berdiri. Bahkan dalam sebuah pertemuan di Jawa Timur penulis buku ini diminta untuk bersikap boleh atau tidak pakaian jilbab tadi.

Nah, buku ini berisi berbagai pandangan pendapat yang berbeda satu dengan yang lain, antara ulama-ulama yang terdahulu mengambil sikap tegas dalam soal aurat, dengan para cendekiawan yang lebih memilih sikap longgar. Dan tentu saja penulis buku ini mengungkapkan argumen yang berasal dari dalil dari berbagai sisi. Dan hal ini tentu sangat disadari oleh penulis buku ini yang pasti tidak akan memuaskan semua pihak atas pandangan-pandangannya tersebut.

Tapi sebagai seorang pakar dalam keilmuannya tentang agama, M. Quraish Shihab tetap tegas berada di jalur yang dipilihnya yaitu berada di tengah-tengah. Dan seharusnya semua pihak harus menerima pilihannya. 

Komentar

Postingan Populer