Wayang Baru Dilirik Ketika Disinggung Orang Lain
Ustad Basalamah dalam tayangan terbaru menyampaikan permohonan maaf atas ucapannya yang menyinggung soal Wayang. Intinya dia tidak bermaksud melecehkan wayang yang merupakan hasil budaya.
Permintaan maaf tersebut sontak meredakan kemarahan berbagai pihak atas ceramah sebelumnya yang menjawab pertanyaan peserta pengajiannya perihal Wayang. Menurut berita Bareskrim menolak laporan yang berhubungan Ustad Basalamah.
Pertanyaannya adalah, seberapa pedulinya kita dengan budaya kita sendiri khususnya Wayang ini? Atau kita hanya melihat Wayang sebagai sebuah pertunjukan masa lalu yang di eranya begitu digandrungi. Kita dengan senangnya menonton di tempat terbuka ketika dingin menusuk tulang sambil menikmati dalang memainkan lakon-lakon Wayang.
Bahkan acara-acara sunatan, kawinan, syukuran atau apapun kita lebih senang mengadakan pertunjukan-pertunjukan lain selain Wayang. Belum lagi kalau kita tidak bisa lagi menolak berbagai pertunjukan yang beranega ragam hiburan dan Wayang seperti menjadi anak tiri di negeri kita sendiri. Kalau kita disuguhi 5 tontonan hiburan, dangdut, band musik, Wayang dan bioskop, kira-kira Wayang akan mendapat perhatian berapa orang?
Nah, sebuah buku menarik yang mengangkat soal Wayang ini diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi RI Direktorat Jendral Komunikasi dan Informasi Publik, Tahun 2011 berjudul: Wayang Sebagai Media Komunikasi Tradisional dalam Diseminiasi Informasi.
Beranjak dari pemilahan dua tipe komunitas besar masyarakat kita yaitu masyarakat moderen dan masyarakat trasional. Dua tipe tersebut tentu berbeda dalam menyerap sumber informasi dalam memperolehnya serta kemudian menyebarluaskan informasi tersebut. Masyarakat moderen tentu sudah terbiasa dengan media massa, seperti surat kabar, radio, kini internet dan seterusnya. Tapi bagi masyarakat tradisional komunikasi trandisional masih sering digunakan, berupa pertunjukan masyarakat seperti pertunjukan Wayang.
Disadari bahwa pamor Wayang semakin redup karena berkurangnya jumlah penggemarnya. Bukan hanya mereka yang berada dalam masyarakat perkotaan, di masyarakat tradisional pun pergeseran hiburan Wayang semakin terpinggirkan. Walaupun tidak menunjukkan hilangnya pertunjukan Wayang, tapi tanda-tanda Wayang yang semakin sedikit orang memiliki minat dengan hasil karya nenek moyang kita ini.
Tidak tahu apa yang menjadi penyebabnya. Apakah karena kurangnya promosi pertunjukan Wayang yang dilakukan pihak-pihak terkait, atau memang sedikit orang yang perduli dengan Wayang. Celakanya lagi, justru banyak orang-orang dari manca negara yang malah memiliki konsen dengan pertunjukan warisan leluhur ini.
Kalau keadaan ini dibiarkan, maka jangan heran bila suatu saat Wayang hanya sebagai kepemilikan warisan nenek moyang tanpa berusaha untuk melestarikannya. Jangan sampai kita hanya sampai pada perduli bila diklaim oleh negara lain, tapi kita tidak tahu caranya bagaimana untuk memupuknya supaya menjadi kebanggaan warisan leluhur kita.
Kita menjadi bangga ketika UNESCO mengukuhkan sebagai warisan agung negeri ini, hanya sampai kepada kebanggaan saja, tapi tidak tahu bagaimana supaya warisan agung ini menjadi sebuah kebanggaan yang nyata. Bukan kebanggaan yang ada hanya dalam angan-angan.
Tidak perlulah kita berbasa-basi bahwa Wayang menjadi warisan yang berharga. Tapi kita kurang perduli untuk berusaha melestraikannya. Tidak usah jauh-jauh mencari contoh bagaimana Wayang menjadi anak tiri di negeri sendiri. Lihat saja, seberapa jauh media-media kita berusaha untuk memperkenalkan kehebatan dan kelebihan Wayang. Apakah karena kurangnya peminat dari segi pemirsa sehingga enggan untuk dilirik?
Penulis tidak tahu akan dimulai dari mana untuk melestarikan budaya kita ini. Dari pemerintah, dari rakyatnya, atau malah kita minta tolong saja dari orang-orang dari negara-negara lain yang perduli dengan Wayang? Kita tahu dan sadar bahwa Wayang memiliki nilai lebih tontonan tapi kita janrang menunjukkan Wayang sebagai hiburan dan tontonan yang menarik untuk ditunjukkan kepada masyarakat. Kita sadar di dalam Wayang banyak cerita-cerita yang bisa menjadi tuntunan, tapi bagaimana bisa kita tahu bahwa kita tidak sanggup mewariskan sebagai warisan yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tanyakan saja tokoh-tokoh Wayang kepada generasi kita, apakah masih tahu tokoh-tokoh hebat di dalam Wayang? Atau malah kita lebih kenal dengan tokoh-tokoh lain selain Wayang? Buku yang saya angkat ini bisa menjadi salah satunya untuk memperkenalkan Wayang kepada kita sebagai masyarakat.
Makanya, terima kasih Ustad Basalamah yang sudah menyinggung Wayang. Karena dari Andalah kita menjadi sadar bahwa kita punya warisan leluhur bernama Wayang.
Posting Komentar
0 Komentar