200 Pertanyaan & Jawaban Seputar Autisme: Buku Wajib untuk Orang Tua dan Pendidik
Bagaimana cara terbaik memahami dan mendampingi anak dengan autisme? Buku 200 Pertanyaan & Jawaban Seputar Autisme karya Gayatri Pamoedji hadir sebagai panduan praktis dan menyentuh hati bagi orang tua, guru, dan siapa saja yang peduli.
Berangkat dari pengalaman pribadi dan berbagai kesaksian orang tua di Indonesia, buku ini menjawab berbagai pertanyaan umum tentang autisme, mulai dari tanda-tandanya, tantangan pendidikan, hingga cara menghadapi stigma sosial. Ditulis dengan bahasa yang ringan dan empati, buku ini menjadi sumber belajar yang sangat relevan, terutama bagi keluarga yang baru pertama kali menghadapi kenyataan memiliki anak dengan kebutuhan khusus.
Berikut yang Perlu Diperhatikan bagi Keluarga yang Memiliki Anak Autis.
1. Kerjasama Suami dan Istri dalam Mendidik Anak Autis
Dalam buku ini, semangat yang terlihat jelas adalah bahwa orang tua harus menjadi satu tim. Bukan hanya ibu saja yang aktif, atau ayah yang hanya sibuk bekerja — keduanya harus terlibat.
Kenapa penting?
-
Anak autis membutuhkan konsistensi dan kejelasan dalam pola didik. Kalau hanya satu orang tua yang aktif, sementara yang lain tidak memahami pendekatan yang sama, anak bisa menjadi bingung dan justru perkembangannya terhambat.
-
Beban emosional dalam membesarkan anak autis sangat besar. Kalau ditanggung sendirian, itu melelahkan dan bisa menyebabkan frustrasi, kelelahan, bahkan depresi. Dengan berbagi peran, orang tua bisa saling menguatkan.
-
Anak juga merasakan dukungan emosional dari kedua orang tuanya, bukan hanya dari satu pihak saja. Ini membangun rasa aman dan percaya diri anak.
Bentuk Kerjasamanya seperti Apa?
-
Sama-sama hadir dalam sesi terapi atau konsultasi.
-
Membagi tugas sehari-hari, misalnya siapa yang mengantar terapi, siapa yang mengajarkan keterampilan sehari-hari di rumah.
-
Sering berdiskusi untuk mengevaluasi kemajuan anak.
-
Memberi dukungan emosional satu sama lain saat ada tantangan.
Intinya: dalam membesarkan anak autis, suami dan istri perlu menanggalkan ego masing-masing dan benar-benar bekerja sebagai satu tim yang utuh.
2. Bagaimana Orang Tua Bisa Menerima Anak yang Berbeda
Ini bagian yang sangat manusiawi dan sensitif. Buku ini tidak menghakimi perasaan orang tua yang merasa malu, rendah diri, atau putus asa. Malahan, Gayatri Pamoedji mengakui bahwa semua itu wajar dan bagian dari proses.
Tapi bagaimana agar bisa sampai ke tahap menerima?
Beberapa langkah yang ditekankan dalam buku ini (dan dari pengalaman para orang tua) adalah:
Pada awalnya, orang tua perlu mengizinkan diri sendiri untuk bersedih. Sama seperti kehilangan harapan akan "anak yang sempurna", orang tua melewati tahapan berduka: syok, marah, menolak, baru kemudian menerima.
Banyak perasaan malu atau rendah diri muncul karena ketidaktahuan. Setelah tahu bahwa autisme bukan salah siapa-siapa, bukan aib, dan ada banyak hal yang tetap bisa dikembangkan dari anak, rasa percaya diri orang tua bisa pulih perlahan.
Salah satu yang sangat ditekankan adalah jangan jalan sendiri. Berinteraksi dengan komunitas orang tua lain yang memiliki anak autis bisa memberikan kekuatan, inspirasi, dan semangat baru.
Setiap anak, termasuk anak autis, punya potensi. Fokus pada kekuatan mereka — entah itu ingatan yang luar biasa, kreativitas, atau keunikan dalam melihat dunia — membantu orang tua menghargai anak mereka sebagai pribadi yang berharga.
Beberapa orang tua dalam buku ini juga bercerita tentang pentingnya kekuatan doa dan iman untuk melalui hari-hari sulit.
Berikut Kelebihan dari Buku ini:
Buku ini ditulis dari sudut pandang orang tua yang mengalami langsung proses membesarkan anak dengan autisme. Hal ini memberikan kedalaman emosional dan kejujuran yang jarang ditemukan dalam buku teori. Testimoni orang tua lain juga memperkaya narasi, membuat pembaca merasa tidak sendirian.
Dengan menyajikan 200 pertanyaan dan jawaban, buku ini sangat mudah diakses. Pembaca bisa langsung mencari topik yang relevan tanpa harus membaca dari awal. Ini sangat membantu bagi orang tua yang membutuhkan jawaban cepat dan konkret.
Gayatri menggunakan gaya bahasa yang empati, ramah, dan tidak teknis, membuat buku ini mudah dipahami bahkan oleh pembaca yang tidak memiliki latar belakang medis atau psikologis.
Banyak buku autisme diambil dari sumber luar negeri, yang konteks sosial dan budayanya berbeda. Buku ini membahas tantangan dan solusi yang lebih sesuai dengan realitas masyarakat Indonesia, termasuk masalah akses pendidikan, terapi, hingga stigma sosial.
Buku ini tidak hanya untuk edukasi, tapi juga digunakan untuk mendanai produksi video edukatif tentang autisme yang dibagikan secara gratis. Ini menunjukkan komitmen nyata penulis terhadap advokasi.
Dengan membaca pengalaman para orang tua, pembaca dari kalangan umum pun diajak untuk memahami dan memiliki empati terhadap anak-anak dengan autisme dan keluarganya.
Posting Komentar