The Routledge History of Disability – Perspektif Global tentang Disabilitas dan Peran Negara

Pendahuluan

Buku The Routledge History of Disability, yang diedit oleh Roy Hanes, Ivan Brown, dan Nancy E. Hansen, adalah karya monumental yang menjelajahi sejarah disabilitas dari zaman kuno hingga modern. Diterbitkan oleh Routledge pada tahun 2017, buku ini menawarkan perspektif lintas budaya dan lintas waktu melalui 28 bab yang ditulis oleh 49 kontributor dari berbagai latar belakang akademik. Dengan cakupan 19 negara, buku ini menganalisis bagaimana disabilitas dipahami, diperlakukan, dan dikelola dalam berbagai konteks sosial, politik, dan budaya. Dalam ulasan ini, kita akan mengeksplorasi sejauh mana buku ini membahas peran negara dalam mengurus disabilitas, termasuk negara-negara yang peduli dan yang abai, serta refleksi tentang bagaimana negara seharusnya menangani isu disabilitas dengan serius. 

Isi Buku dan Fokus pada Peran Negara

The Routledge History of Disability terdiri dari empat bagian utama: sejarah disabilitas lintas waktu dan budaya, kebijakan dan program nasional, pendidikan dan pelatihan, serta perspektif modern tentang disabilitas. Salah satu kekuatan buku ini adalah analisisnya terhadap kebijakan negara di berbagai belahan dunia, yang memberikan gambaran tentang bagaimana negara-negara tertentu menunjukkan kepedulian atau justru mengabaikan kebutuhan penyandang disabilitas.

1. Negara yang Peduli terhadap Disabilitas:
- Buku ini menyoroti beberapa negara yang telah mengembangkan kebijakan dan layanan untuk mendukung penyandang disabilitas. Misalnya: 
- Kanada: Sebagai negara asal para editor, Kanada mendapat perhatian khusus dalam bab-bab yang membahas perkembangan pendidikan inklusif dan gerakan hak-hak penyandang disabilitas. Buku ini mencatat bagaimana Kanada, melalui aktivisme dan kebijakan progresif, mulai mengintegrasikan penyandang disabilitas ke dalam masyarakat secara lebih inklusif, terutama pada abad ke-20.
- Norwegia: Bab tentang pendidikan anak-anak dengan disabilitas intelektual menunjukkan bagaimana Norwegia mengembangkan sistem pendidikan yang lebih manusiawi, dengan fokus pada integrasi sosial dan pelatihan vokasional.
- Hong Kong dan Singapura: Buku ini menganalisis bagaimana kedua wilayah ini mengembangkan layanan rehabilitasi dan pendidikan untuk penyandang disabilitas, meskipun dalam konteks yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan ekonomi.
- Negara-negara ini menunjukkan kepedulian melalui pembentukan institusi, kebijakan inklusif, dan program pendidikan, meskipun pendekatannya sering kali masih bersifat institusional dan tidak sepenuhnya berbasis komunitas.

2. Negara yang Abai terhadap Disabilitas:
- Buku ini juga mengungkap kasus-kasus di mana negara gagal atau sengaja mengabaikan penyandang disabilitas, sering kali dengan konsekuensi tragis:
- Jerman Nazi: Salah satu bab yang paling mencolok membahas pembunuhan sistematis anak-anak penyandang disabilitas sebagai bagian dari program eugenika. Ini adalah contoh ekstrem dari pengabaian negara yang berujung pada kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.
- Kongo Belgia: Dalam konteks kolonial, buku ini menyoroti bagaimana penyandang disabilitas sering diabaikan dalam sistem kesehatan dan pendidikan, memperburuk marginalisasi mereka.
- Nigeria: Meskipun Nigeria memiliki sejarah panjang dalam menangani disabilitas, buku ini mencatat bahwa kurangnya infrastruktur dan kebijakan nasional yang kuat menyebabkan banyak penyandang disabilitas hidup dalam kondisi sulit, terutama di daerah pedesaan.
- Pengabaian ini sering kali berakar pada stigma budaya, kurangnya sumber daya, atau prioritas politik yang tidak memasukkan disabilitas sebagai isu utama.

3. Penderitaan Penyandang Disabilitas:
- Meskipun buku ini tidak banyak menyajikan kesaksian pribadi dari penyandang disabilitas, penderitaan mereka digambarkan melalui analisis praktik diskriminatif. Misalnya, bab tentang “freak show” abad ke-19 menunjukkan bagaimana penyandang disabilitas dieksploitasi untuk hiburan, mencerminkan penderitaan sosial dan psikologis. Demikian pula, kebijakan eugenika dan penahanan di institusi menunjukkan bagaimana negara, dalam beberapa kasus, memperburuk penderitaan penyandang disabilitas melalui pengucilan dan perlakuan tidak manusiawi.

4. Kritik terhadap Pendekatan Buku:
- Menurut ulasan Michael Rembis, buku ini cenderung berfokus pada intervensi pemerintah dan institusi, bukan pengalaman hidup penyandang disabilitas. Hal ini membuat narasi tentang penderitaan lebih bersifat struktural daripada personal. Meski begitu, analisis kebijakan negara memberikan wawasan penting tentang bagaimana sistem yang dibuat negara dapat memperbaiki atau memperburuk kehidupan penyandang disabilitas.

Bagaimana Negara Seharusnya Mengurus Disabilitas?

Berdasarkan wawasan dari buku ini, ada beberapa prinsip yang dapat diambil untuk bagaimana negara seharusnya menangani isu disabilitas dengan serius:

1. Pendekatan Inklusif dan Berbasis Hak:
- Negara harus mengadopsi model hak asasi manusia, seperti yang diadvokasi dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD). Ini berarti memastikan aksesibilitas, pendidikan inklusif, dan kesempatan kerja yang setara.
- Contoh dari buku, seperti gerakan hak-hak sipil penyandang disabilitas di Kanada, menunjukkan pentingnya melibatkan penyandang disabilitas dalam pembuatan kebijakan.

2. Pengembangan Infrastruktur dan Layanan:
- Negara perlu berinvestasi dalam infrastruktur yang mendukung, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan khusus, dan transportasi yang ramah disabilitas. Buku ini menyoroti bagaimana negara seperti Norwegia dan Singapura berhasil membangun sistem pendidikan dan rehabilitasi yang lebih baik.

3. Mengatasi Stigma Budaya:
- Stigma terhadap disabilitas, seperti yang dibahas dalam konteks Nigeria atau Kongo Belgia, harus ditangani melalui pendidikan masyarakat dan kampanye kesadaran. Negara harus mempromosikan narasi positif tentang disabilitas untuk mengurangi diskriminasi.

4. Pendanaan dan Prioritas Politik:
- Negara yang abai, seperti dalam kasus Kongo Belgia, sering kali gagal karena kurangnya prioritas politik. Negara harus mengalokasikan anggaran yang memadai untuk program disabilitas dan memastikan implementasi kebijakan yang berkelanjutan.

5. Memberdayakan Suara Penyandang Disabilitas:
- Salah satu kekurangan buku ini adalah minimnya narasi langsung dari penyandang disabilitas. Negara harus memastikan bahwa penyandang disabilitas memiliki platform untuk menyuarakan pengalaman dan kebutuhan mereka, baik melalui organisasi masyarakat sipil maupun keterlibatan dalam pembuatan kebijakan.

Kesimpulan

The Routledge History of Disability adalah karya penting yang memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana disabilitas telah dipahami dan dikelola di seluruh dunia. Buku ini menyoroti peran negara dalam mendukung atau mengabaikan penyandang disabilitas, dengan contoh nyata dari Kanada, Norwegia, hingga Jerman Nazi dan Kongo Belgia. Meskipun kurang menonjolkan pengalaman pribadi, buku ini berhasil menggambarkan penderitaan penyandang disabilitas akibat kebijakan diskriminatif dan stigma sosial. Untuk negara yang ingin serius mengurus disabilitas, buku ini menawarkan pelajaran berharga tentang pentingnya inklusi, kebijakan berbasis hak, dan pemberdayaan penyandang disabilitas.

Bagi pembaca yang tertarik dengan studi disabilitas, sejarah sosial, atau kebijakan publik, buku ini adalah sumber yang kaya dan komprehensif. Meski bersifat akademik, cakupannya yang luas menjadikannya bacaan wajib bagi siapa saja yang ingin memahami dinamika disabilitas dalam konteks global.

Informasi Buku

- Judul     : The Routledge History of Disability
- Editor    : Roy Hanes, Ivan Brown, Nancy E. Hansen
- Penerbit : Routledge
- Tahun    : 2017
- ISBN     : 978-1138193574 (Hardcover)

Posting Komentar untuk "The Routledge History of Disability – Perspektif Global tentang Disabilitas dan Peran Negara"