Analisis Buku “On Democracy” oleh Robert A. Dahl dan Ian Shapiro: Tantangan Demokrasi di Indonesia

Pendahuluan: Mengapa Buku “On Democracy” Relevan untuk Indonesia?

Buku On Democracy karya Robert A. Dahl, yang pertama kali terbit pada 1998 dan diperbarui oleh Ian Shapiro pada 2015, merupakan pengantar klasik tentang konsep demokrasi. Dahl, seorang ahli politik Amerika, menjelaskan prinsip-prinsip dasar demokrasi, sejarah perkembangannya, dan tantangan yang dihadapi di era modern. Edisi kedua dengan kontribusi Shapiro menambahkan perspektif kontemporer, termasuk dampak globalisasi dan teknologi terhadap demokrasi.

Di Indonesia, buku ini sangat relevan karena negara kita sedang dalam fase transisi demokrasi pasca-Reformasi 1998. Meskipun Indonesia telah mencapai kemajuan seperti pemilu bebas dan partisipasi tinggi, demokrasi di sini sering digambarkan sebagai “belum matang” atau dalam istilah Dahl, belum mencapai polyarchy sempurna, sistem di mana kekuasaan didistribusikan secara adil melalui partisipasi dan kompetisi politik. Artikel ini menganalisis bagaimana ide-ide Dahl dan Shapiro menerangi tantangan demokrasi di Indonesia, dengan fokus pada faktor-faktor struktural yang menghambat kemajuan.

Sejarah dan Prinsip Demokrasi Menurut Dahl: Dasar untuk Memahami Indonesia

Dahl memulai bukunya dengan menelusuri akar demokrasi dari Athena kuno hingga bentuk modern. Ia menekankan bahwa demokrasi bukan hanya soal pemilu, tapi melibatkan elemen kunci seperti kesetaraan suara, partisipasi inklusif, dan kontrol agenda oleh rakyat. Shapiro memperluas ini dengan konteks abad ke-21, di mana demokrasi harus menghadapi kompleksitas seperti ketergantungan ekonomi global.

Di Indonesia, prinsip ini sering kali bertabrakan dengan realitas. Pasca-Orde Baru, Indonesia mengadopsi demokrasi prosedural, tapi seperti yang Dahl katakan, demokrasi ideal sering kali berbeda dari praktiknya. Contohnya, meskipun ada kebebasan pers dan asosiasi, pengaruh elit ekonomi masih mendominasi, mencerminkan ketidaksempurnaan polyarchy yang Dahl soroti.

Tantangan Utama Demokrasi di Negara Berkembang: Kasus Indonesia

Dahl dan Shapiro mengidentifikasi beberapa kesulitan dalam menerapkan demokrasi di negara-negara berkembang, yang sangat mirip dengan kondisi Indonesia. Berikut analisisnya:

1. Ketimpangan Ekonomi dan Politik Uang
Dahl menegaskan bahwa ketimpangan ekonomi melemahkan demokrasi karena memungkinkan elit mengendalikan proses politik melalui patronase. Di Indonesia, ini terwujud dalam “politik uang” atau vote-buying, di mana kandidat menawarkan iming-iming seperti uang tunai atau barang untuk memengaruhi pemilih. Praktik ini menggerus prinsip kesetaraan, karena hanya kandidat kaya yang bisa bersaing.

Menurut Shapiro, di abad ke-21, globalisasi memperburuk ini dengan ketergantungan pada investasi asing, yang kadang memprioritaskan kepentingan bisnis daripada rakyat. Di Indonesia, ketimpangan ini terlihat dalam data BPS yang menunjukkan Gini ratio tinggi, memudahkan manipulasi politik di daerah pedesaan.

2. Lembaga Politik yang Rapuh
Demokrasi memerlukan institusi kuat seperti peradilan independen dan lembaga pemilu netral. Dahl menyebut lembaga lemah sebagai penghalang utama di negara berkembang. Di Indonesia, meskipun ada Bawaslu dan KPU, korupsi dan intervensi politik masih marak, seperti kasus-kasus dugaan kecurangan pemilu.

Shapiro menambahkan bahwa teknologi seperti media sosial bisa memperburuk ini melalui hoaks, yang di Indonesia sering dimanfaatkan untuk kampanye berbasis emosi daripada substansi.

3. Rendahnya Pendidikan Politik dan Partisipasi Kritis
Dahl menekankan warga yang terinformasi sebagai pondasi demokrasi. Di negara berkembang, rendahnya literasi politik membuat warga rentan terhadap manipulasi. Di Indonesia, survei menunjukkan banyak pemilih memilih berdasarkan identitas suku atau agama, bukan kebijakan, mencerminkan konflik pluralisme yang Dahl bahas.

4. Konflik Budaya dan Dampak Globalisasi
Negara seperti Indonesia dengan keragaman etnis dan agama menghadapi tantangan inklusi. Dahl menyarankan demokrasi harus memastikan semua kelompok diwakili, tapi di sini, politik identitas sering memecah belah. Shapiro menyoroti globalisasi sebagai faktor baru, di mana tekanan internasional bisa melemahkan kedaulatan, seperti pengaruh IMF terhadap kebijakan ekonomi Indonesia.

Solusi dari Buku “On Democracy” untuk Indonesia

Meskipun pesimis terhadap tantangan, Dahl optimis bahwa demokrasi bisa ditingkatkan melalui reformasi. Solusi yang dia usulkan meliputi:
    •    Penguatan Institusi: Memperkuat independensi lembaga seperti KPK untuk memerangi korupsi.
    •    Pendidikan Politik: Kampanye literasi untuk mendorong partisipasi kritis, seperti yang dilakukan LSM di Indonesia.
    •    Redistribusi Ekonomi: Mengurangi ketimpangan melalui kebijakan progresif, agar warga tidak mudah tergiur iming-iming.
    •    Peran Masyarakat Sipil: Mendorong organisasi independen untuk mengawasi pemerintah, sesuai dengan ide inklusi Dahl.
Di Indonesia, kemajuan seperti tingginya turnout pemilu menunjukkan potensi. Dengan menerapkan ide Dahl, Indonesia bisa menuju demokrasi yang lebih matang.

Kesimpulan: Pelajaran dari “On Democracy” untuk Masa Depan Indonesia

Buku On Democracy Dahl dan Shapiro bukan hanya teori, tapi panduan praktis untuk negara seperti Indonesia yang sedang membangun demokrasi. Tantangan seperti ketimpangan dan manipulasi politik menunjukkan demokrasi kita belum matang, tapi dengan reformasi berbasis prinsip Dahl, kita bisa mencapai sistem yang lebih adil. Bagi pembaca yang tertarik, buku ini wajib dibaca untuk memahami dinamika politik global dan lokal.

Jika Anda ingin membaca lebih lanjut, buku ini tersedia di toko buku online atau perpustakaan. Bagaimana pendapat Anda tentang analisis ini? Apakah ada aspek lain yang ingin dibahas?

Posting Komentar untuk "Analisis Buku “On Democracy” oleh Robert A. Dahl dan Ian Shapiro: Tantangan Demokrasi di Indonesia"