Mencegah Stunting Sejak Sebelum Menikah: Mengapa Fokus Hilir Saja Tidak Cukup?
Stunting masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah menunjukkan perhatian nyata melalui berbagai program, salah satunya Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menyasar anak-anak usia sekolah. Program ini tentu patut diapresiasi sebagai upaya negara memastikan anak mendapatkan asupan gizi yang layak.
Namun, pertanyaan reflektif perlu diajukan, apakah stunting memang baru dimulai ketika anak sudah bersekolah? Faktanya, banyak kasus stunting justru berakar jauh sebelum anak duduk di bangku SD, bahkan sebelum ia dilahirkan.
Stunting Bukan Masalah Anak Sekolah, Tetapi Masalah Perencanaan Hidup
Stunting sering dipahami secara keliru sebagai persoalan kurang makan pada masa kanak-kanak. Padahal, stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis dalam waktu lama, yang paling menentukan terjadi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan—mulai dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun.
Lebih jauh lagi, buku Calon Pengantin Hindari Stunting: Panduan Mempersiapkan Pernikahan dan Kehamilan bagi Calon Pengantin untuk Mencegah Stunting terbitan BKKBN mengingatkan bahwa akar stunting bahkan bisa dimulai sebelum kehamilan terjadi, yakni pada fase pra-nikah dan pra-konsepsi.
Dengan kata lain, stunting adalah persoalan perencanaan hidup, bukan sekadar persoalan menu makan anak.
Ketika Intervensi Datang Terlambat
Program-program yang menyasar fase hilir—seperti pemenuhan gizi pada anak usia sekolah—berperan penting sebagai penyangga dampak. Namun, buku ini secara implisit mengajak kita menyadari keterbatasannya.
Makanan bergizi di usia sekolah:
• tidak dapat mengulang kembali pertumbuhan janin yang sudah terlewat,
• tidak bisa sepenuhnya memperbaiki kekurangan gizi kronis pada masa awal kehidupan,
• dan tidak menyentuh faktor-faktor risiko yang sudah terbentuk sejak calon ibu masih remaja.
Artinya, negara sering kali hadir ketika kerusakan sudah terjadi, bukan ketika risiko masih bisa dicegah sepenuhnya.
Menggeser Fokus: Dari Anak ke Calon Orang Tua
Keunikan buku Calon Pengantin Hindari Stunting terletak pada keberaniannya menggeser pusat perhatian. Buku ini tidak menjadikan anak sebagai titik awal persoalan, melainkan calon pengantin dan kesiapan mereka.
Di dalamnya, calon pasangan diajak memahami bahwa:
• kesehatan dan status gizi sebelum menikah sangat menentukan kualitas kehamilan,
• anemia, kekurangan energi kronis, dan usia menikah terlalu muda meningkatkan risiko stunting,
• pernikahan bukan hanya soal kesiapan emosional dan ekonomi, tetapi juga kesiapan biologis dan nutrisi.
Pendekatan ini jarang mendapat sorotan publik, karena dampaknya tidak langsung terlihat. Tidak ada seremoni besar dalam edukasi pra-nikah, tetapi di situlah pencegahan paling menentukan terjadi.
Anak Stunting Bukan Penyebab, Melainkan Korban
Pendekatan hilir kerap tanpa sadar menempatkan anak sebagai objek utama intervensi. Padahal, buku ini mengingatkan kita pada satu kebenaran penting:
anak yang lahir stunting bukan penyebab masalah, tetapi korban dari serangkaian keputusan dan kondisi yang terjadi jauh sebelumnya.
Korban dari:
• kurangnya edukasi pra-nikah,
• minimnya skrining kesehatan calon pengantin,
• dan pandangan bahwa persiapan menikah cukup dengan kesiapan mental dan ekonomi saja.
Pernikahan sebagai Tanggung Jawab Generasional
Buku ini membawa pembaca pada refleksi yang lebih luas:
bahwa pernikahan bukan hanya peristiwa personal, tetapi titik awal tanggung jawab generasional.
Mempersiapkan pernikahan secara matang—terutama dari sisi kesehatan dan gizi—berarti:
• melindungi anak yang belum lahir,
• memutus rantai stunting sejak hulunya,
• dan berkontribusi nyata pada kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Dalam konteks ini, edukasi calon pengantin bukan sekadar pelengkap kebijakan, tetapi kunci utama pencegahan stunting yang berkelanjutan.
Penutup: Melengkapi, Bukan Menolak Pendekatan yang Ada
Artikel ini tidak bermaksud menolak program pemerintah yang sudah berjalan. Intervensi fase hilir tetap penting dan dibutuhkan. Namun, tanpa keberanian menggeser fokus ke fase hulu, stunting akan terus berulang dari generasi ke generasi.
Buku Calon Pengantin Hindari Stunting hadir sebagai pengingat bahwa, pencegahan terbaik sering kali dimulai sebelum masalah terlihat.
Mungkin sudah saatnya, pembicaraan tentang stunting tidak hanya berlangsung di ruang kelas dan dapur sekolah, tetapi juga di ruang konseling pra-nikah, rumah ibadah, dan keluarga, tempat keputusan hidup jangka panjang pertama kali diambil.

Posting Komentar untuk "Mencegah Stunting Sejak Sebelum Menikah: Mengapa Fokus Hilir Saja Tidak Cukup?"
Posting Komentar