Serius Anda Ingin Menjadi Crazy Rich?
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Istilah crazy rich menjadi popular setelah beberapa peristiwa penting di Indonesia di mana terjadi penangkapan oleh polisi dua anak muda yang sebelumnya dianggap sebagai crazy rich. Doni Salmanan dan Indra Kenz.
Istlah crazy Rich sendiri adalah orang-orang yang memiliki kekayaan yang jumlahnya begitu banyak. Istilahnya orang-orang super kaya. Dengan berbagai kekayaan yang ditunjukkan dengan mobil mewahnya, rumah yang mentereng dan uang yang melimpah ruah tak berujung. Sebagian dari mereka memamerkan kekayaannya itu kepada publik.
Sebuah buku yang sangat menarik bagi saya karena sangat menantang. Judulnya, Anda Ingin Kaya? Di bagian mana yang dianggap menantang? Bukankah saat sekarang, judul buku tersebut sudah lumrah, di mana tidak sedikit dengan judul yang sama buku dikarang. Contohnya "Tuhan Ingin Anda Menjadi Kaya" oleh Scot Anderson, atau kalau dari kalangan buku umum, Berpikir dan Menjadi Kaya, karya Napoleon Hill, atau juga judul Awas Kaya Mendadak dan sederetan buku mengangkat mengenai keinginan untuk menjadi kaya.
Tapi menjadi menarik ketika kita menelisik pengarang buku tersebut adalah seorang pendeta Kristen. Bukan sampai di situ saja, penulisnya bernama Pdt. Dr. Erastus Sabdono, seorang hamba Tuhan yang dikenal keras melakukan kritik-kritik tajam terhadap apa yang dianggap menyimpang dari ajaran kekristenan.
Terlepas dari kontroversi mengenai Pdt. Erastus, buku yang diangkat ini juga sebenarnya berisi kritik Pdt. Erastus dengan kekristenan dan tentu tidak luput juga gereja lain yang mengajarkan mengenai berkat melimpah dan semacamnya. Menariknya, tentu saja Pdt. Erastus melandasi semua argumentasinya dengan argumen dari Alkitab. Seperti yang diungkap dalam halaman Prakata di mana buku ini sebenarnya embrio dari buku yang sudah dicetak berkali-kali hasil karya Pdt. Erastus berjudul, Bolehkah Ingin Kaya? Memang akhirnya buku ini akan menjadi kontroversi ketika disandingkan dengan pengajaran gereja-gereja lain yang menekankan prinsip berkat. Makanya penulis juga menyinggung Jim Bakker, seorang pendeta kaya di Amerika Serikat yang dianggapnya memiliki doktrin kekayaan ini.
Buku ini diterbitkann oleh Rehobot Literature - Rehobot Ministry dengan tahun penerbitan Juni 2012 dan tahun cetakan 2016 lalu.
Terlepas dari kontroversi mengenai Pdt. Erastus, buku yang diangkat ini juga sebenarnya berisi kritik Pdt. Erastus dengan kekristenan dan tentu tidak luput juga gereja lain yang mengajarkan mengenai berkat melimpah dan semacamnya. Menariknya, tentu saja Pdt. Erastus melandasi semua argumentasinya dengan argumen dari Alkitab. Seperti yang diungkap dalam halaman Prakata di mana buku ini sebenarnya embrio dari buku yang sudah dicetak berkali-kali hasil karya Pdt. Erastus berjudul, Bolehkah Ingin Kaya? Memang akhirnya buku ini akan menjadi kontroversi ketika disandingkan dengan pengajaran gereja-gereja lain yang menekankan prinsip berkat. Makanya penulis juga menyinggung Jim Bakker, seorang pendeta kaya di Amerika Serikat yang dianggapnya memiliki doktrin kekayaan ini.
Buku ini diterbitkann oleh Rehobot Literature - Rehobot Ministry dengan tahun penerbitan Juni 2012 dan tahun cetakan 2016 lalu.
Bukan bermaksud untuk mengipas-ngipas konflik ajaran di dalam kekristenan, tentu saja buku menarik ini patut dibaca sebagai tambahan alternatif untuk melihat kekristenan secara lebih lengkap. Apalagi penulis sendiri sebenarnya pernah memasuki dunia pelayanan yang tentu suasana pelayanan itu sendiri pernah dirasakan. Pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan kekayaan itu sendiri bisa saya tangkap melalui keterlibatan orang-orang dalam pelayanan itu sendiri, seperti yang pernah saya alami.
Pengalaman masuk ke lembaga-lembaga yang mengatasnamakan dirinya sebagai lembaga rohani dan lembaga yang mengibarkan bendera dengan tulisan pelayanan membuat penulis mengalami banyak kejadian yang membuat penulis harus berpikir ulang mengenai apa arti dari sebuah pelayanan. Salah satu peristiwa yang membuat saya terbelalak adalah kejadian berikut ini:
Seperti biasa di tempat kami melayani mempunyai kebiasaan mengadakan persekutuan yang diisi dengan ibadah, yang di dalamnya ada pujian, renungan dan doa serta pengumuman. Kebiasaan tersebut menjadi sesuatu yang rutin dan kecenderungannya adalah karena rutin semacam menjadi kebiasaan dan terkadang juga tanpa ada makna, setidak-tidaknya perasaan saya yang mungkin ini bisa jadi ini analisa yang subyektif. Tapi tentu saja saya tidak berhak juga mengajak orang lain untuk bersikap subyektif seperti itu.
Ketika acara ibadah selesai dan kemudian pimpinan tertinggi lembaga tersebut mengajak diskusi mengenai apa tujuan dari semua anggota lembaga tersebut berada di lembaga tersebut? Pertanyaannya kurang lebih begini; "Apa yang mendorong Anda berada di lembaga ini?" Berbagai jawaban muncul yang isinya kurang lebih menggunakan jawaban yang rohani pula. Maklum pertanyaan tersebut mungkin saja dianggap sebagai pancingan untuk mengetahui sejauh mana kesungguhan pelayanan kami kepada Tuhan melalui lembaga rohani itu.
Semua jawaban kemudian didaftar di sebuah papan tulis. "Kita berada di sini karena melayani." Kata salah seorang dengan menggunakan 'kita' yang menunjukkan bahwa penjawab tersebut kurang berani mewakili dirinya. Sementara yang lain mengatakan, "saya berada di sini karena panggilan Tuhan di lembaga ini." dan banyak deretan jawaban yang bernada rohani dan hampir tidak ada yang berani memberikan argumen dengan alasan yang di luar konteks pelayanan. Penulis masih ingat ada sekitar 15 jawaban yang semuanya punya dasar Alkitab walaupun tidak disebutkan alamat ayat dan kitabnya.
Setelah jawaban terkumpul ketua lembaga tersebut menyampaikan sebuah jawaban yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh semua orang-orang yang duduk di ruangan persekutuan tersebut. Kejadian ini sebenarnya terjadi sekitar 8 tahun lalu, tapi terus terang peristiwa tersebut sulit terhapus dari ingatan saya. Sang ketua lembaga tersebut punya jawaban begini: "Mengapa tidak ada yang mengatakan bahwa saya melayani di lembaga ini karena saya mencari uang."
Penulis sendiri kaget karena jawaban itu seperti mengacaukan cara berpikir saya mengenai arti melayani. Betapa tidak, selama ini saya mendapat didikan dan pengajaran yang menganggap bahwa melayani Tuhan itu harus dijauhkan dari sikap mencari duit, terlepas bila dalam praktek itu bisa saja terjadi, tapi setidak-tidaknya, sikap itu jangan sampai terucapkan. Makanya, pembaca jangan buru-buru ingin menghakimi ketua lembaga pelayanan yang saya ikuti dulu itu (sekarang saya sudah tidak lagi ada di lembaga tersebut), karena ketua lembaga saya itu menurut saya benar-benar jujur luar dan dalam, jujur dalam sikap dan ucapan.
Saya sekarang justru angkat topi dengan ketua lembaga di mana saya pernah melayani itu karena dia adalah seorang yang jujur. Karena menurut saya dia lebih baik dari orang yang mengaku melayani dengan dalih Alkitab di luar kepala, tapi dalam tindakan sebenarnya mencari kekayaan. Jadi pertanyaannya sekarang bagi siapa saja yang mengaku melayani Tuhan, bertanyalah kepada diri sendiri dan bertanyalah kepada Tuhan, apakah memang saya melayani atau saya sedang mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya melalui pelayanan?
Penulis maksudnya penulis artikel ini tidak punya hak untuk tampil sebagai hakim untuk menilai orang lain dalam memandang sebuah kekayaan. Tapi sekali lagi, buku Anda Ingin Kaya? karya Pdt. Erastus Sabdono ini memberi tambahan pengetahuan untuk memupuk iman di tengah-tengah dunia ini. Semoga.
Posting Komentar
0 Komentar