<!-- SEO Blogger Start --> <meta content='text/html; charset=UTF-8' http-equiv='Content-Type'/> <meta content='blogger' name='generator'/> <link href='https://www.idebuku.com/favicon.ico' rel='icon' type='image/x-icon'/> <link href='https://www.idebuku.com/2022/10/panduan-kebaikan-melahirkan-kekerasan.html' rel='canonical'/> <link rel="alternate" type="application/atom+xml" title="Berbagi Ide dari Buku untuk Kehidupan yang Lebih Baik - Atom" href="https://www.idebuku.com/feeds/posts/default" /> <link rel="alternate" type="application/rss+xml" title="Berbagi Ide dari Buku untuk Kehidupan yang Lebih Baik - RSS" href="https://www.idebuku.com/feeds/posts/default?alt=rss" /> <link rel="service.post" type="application/atom+xml" title="Berbagi Ide dari Buku untuk Kehidupan yang Lebih Baik - Atom" href="https://www.blogger.com/feeds/5529713767079432659/posts/default" /> <link rel="alternate" type="application/atom+xml" title="Berbagi Ide dari Buku untuk Kehidupan yang Lebih Baik - Atom" href="https://www.idebuku.com/feeds/3108043124338245986/comments/default" /> <!--Can't find substitution for tag [blog.ieCssRetrofitLinks]--> <link href='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgv4NvXqHqBxoBpVXak4XBWCSD9xPVWSCz5zkDMLofYm-SMOvygCY-qI8rucF2Tp70r-_swpXa7LDSOk8MXG2LpP7QF7tfVMbFo82dKAR79jIoiWoZoDO_D2L2J5I4VHF_lSd0ON7hXO-orjEZi7t-VwYLvWft4w07H74EGLGfMuQmUMBADINNQhn2m/s320/7781516006_fc4be61bcb_w.jpg' rel='image_src'/> <meta content='Dari Rahim Agama Lahir Berbagai Kasus Kekerasan' name='description'/> <meta content='https://www.idebuku.com/2022/10/panduan-kebaikan-melahirkan-kekerasan.html' property='og:url'/> <meta content='Panduan Kebaikan Melahirkan Kekerasan' property='og:title'/> <meta content='Dari Rahim Agama Lahir Berbagai Kasus Kekerasan' property='og:description'/> <meta content='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgv4NvXqHqBxoBpVXak4XBWCSD9xPVWSCz5zkDMLofYm-SMOvygCY-qI8rucF2Tp70r-_swpXa7LDSOk8MXG2LpP7QF7tfVMbFo82dKAR79jIoiWoZoDO_D2L2J5I4VHF_lSd0ON7hXO-orjEZi7t-VwYLvWft4w07H74EGLGfMuQmUMBADINNQhn2m/w1200-h630-p-k-no-nu/7781516006_fc4be61bcb_w.jpg' property='og:image'/> <!-- Title --> <title>Panduan Kebaikan Melahirkan Kekerasan - Berbagi Ide dari Buku untuk Kehidupan yang Lebih Baik Panduan Kebaikan Melahirkan Kekerasan - Berbagi Ide dari Buku untuk Kehidupan yang Lebih Baik

Panduan Kebaikan Melahirkan Kekerasan

Setiap agama memiliki panduan lengkap mengenai kebaikan dan moral. Tapi mengapa justru dari rahim agama lahir kekerasan? Mungkin tidak nyaman mendengarnya. Tapi lebih baik mengakuinya untuk menjadi introspeksi dari pada mendaftarkan pembelaan yang menimbulkan perdebatan.

Agama dan kekerasan seperti mata uang yang sulit untuk dipisahkan. Semua agama punya sejarah dalam melahirkan kekerasan. Termasuk agama Buddha.

Boleh tidak setuju dengan pandangan agama turut melahirkan kekerasan tapi faktanya tidak bisa dibantah di mana panduan kebaikan agama malah melahirkan kekerasan yang bahkan mengerikan. Di Indonesia sendiri bukan hal baru bila mendengar adanya kekerasan berdasar agama. Untuk sekedar mengingatkan saja, pengeboman gereja, kekerasan terhadap penganut aliran Ahmadiyah dan beberapa kejadian lain yang bila didaftar kita bisa geleng-geleng kepala.

Di bagian lain di beberapa tempat di negera lain kita tidak bisa menghapus catatan berbagai peristiwa di mana kekerasan justru terjadi dipicu oleh sentimen agama. Tidak sulit untuk mendaftar berbagai peristiwa kekerasan dengan berlatar agama. Baik yang terjadi di Indonesia maupun di belahan dunia.

Awalnya orang berpikir atau setidaknya penulis, hanya agama Buddha seperti menjadi agama satu-satunya yang tidak punya sejarah kekerasan dalam perjalanannya di dunia ini. Agama yang datang dari kawasan India ini seperti steril dengan berbagai kasus kekerasan dengan latar belakang agamanya. Tapi ternyata setali tiga uang.

Peter Lehr seperti membuka mata kita bagaimana Agama Buddha bukan agama yang steril dari masalah kekerasan. Agama yang dipandang oleh banyak kalangan sebagai agama antikekerasan bukan hanya di kalangan Timur, di dunia Baratpun sering dianggap agama yang minim dengan kekerasan terhadap mereka yang berbeda.

Buku yang ditulis oleh Peter Lehr ini seperti ingin menganulir pandangan banyak kalangan tersebut dengan mengajak pembaca untuk tidak hanya melihat Buddhisme sebagai sebuah konsep spiritual belaka. Tapi diharapkan pembaca melihat secara utuh dalam kehidupan praktek kehidupan mereka apalagi bila dihubungkan dengan politik kenegaraan yang ternyata tidak suci dan bersih dari tindakan kekerasan dari penganut agama ini.

Buku yang dimaksud berjudul: Buddhisme Militan: Bangkitnya Kekerasan Agama di Srilangka, Myanmar, dan Thailand. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Gading, Yogyakarta. Cetakan pertama Tahun 2022. Tentu saja buku ini cukup penting untuk menjadi bahan diskusi  secara menyeluruh berhubungan dengan kemunculan Buddhisme Militan itu sendiri. Bagaimana mungkin kekerasan itu muncul dari agama yang dikenal antikekerasan dalam ajarannya?

Bila pertanyaan lain diajukan sebagai sebuah kritik, bagaimana mungkin politik identitas menyeret para biksu ikut terlibat dalam politik kekerasan. Argumen seperti apa yang dibangun untuk membenarkan kekerasan yang dilakukan mereka? Lalu bagaimana dengan suara mereka yang antikekerasan bersuara?

Untuk diketahui bahwa dalam ajaran Buddha dikenal dengan ahimsa yang dalam artinya 'jangan menyakiti'. Dan prinsip ini terus dikumandangkan hingga menjadi ciri khas ajaran Buddhisme. Nah, selama ini harus diakui bahwa kekerasan yang dilakukan oleh berbagai agama atau mendasarkan terjadinya kekerasan dengan dalil-dalil agama yang datang dari tafsir pemimpin mereka. Namun tidak dengan Buddhisme, sehingga jarang menjadi pembahasan dan diskusi mengenai kekerasan dalam agama Buddha. Setidaknya konsep ahimsa memiliki peran munculnya tindakan kekerasan berdasar agama.

Lalu, apakah kekerasan yang juga dimotori oleh pemuka agama Buddha terhadap mereka yang berbeda itu terjadi dalam masa-masa modern sekarang ini seperti yang terjadi pada Kelompok Rohingnya di Myanmar (Burma). Ternyata Peter Lehr memberikan catatan yang cukup lengkap mengenai tindakan kekerasan oleh militan Buddha sudah berlangsung sudah lama. 

Setidaknya tahun 1915 di Sri Langka di mana para biksu secara aktif terlibat dalam politik kekerasan anti-Tamil yang dikenal dengan kerusuhan ras Sinhale-Tamil.  Kemudian kekerasan itu terulang sejak awal tahun 1950. Untuk menyebut lebih awal dari abad 19 di mana sejak awal tahun 1880-an di Burma dalam perlawanan terhadap kolonial Inggris pada waktu itu. Dan beberapa catatan kekerasan yang dilakukan oleh militan Buddha yang dipaparkan oleh penulis buku ini.

Buku ini menjadi sangat kaya akan penelusuran mengenai kekerasan oleh militan Buddha dari banyak segi. Pendekatan yang digunakan oleh penulis dengan meminjam istilah yang digunakan oleh Mark Juergensmeyer dan Mona Kanwal Sheikh yaitu pendekatan sosio-teologi. Karena bagaimanapun dalam melihat persoalan ini tidak bisa dilihat sebagai sebuah tindakan utuh dari Buddhisme Militan itu sendiri. Karena di dalamnya juga ada kelompok-kelompok lain yang menentang terjadinya kekerasan oleh mereka yang memegang teguh antikekerasan itu sendiri.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.