Pak Prabowo Aku Masih Seperti yang Dulu
Penggantian presiden segera berlangsung 20 Oktober ini setelah Prabowo Subianto dan wakilnya Gibran memenangkan Pemilu pada Februari 2024 lalu. Pergantian presiden memang sudah biasa, tapi apakah ada dambak berarti bagi rakyat?
Namun, perhelatan lima tahunan ini akan mengubah nasib rakyat Indonesia ke depan menjadi PR bersama. Atau rakyat akan bernyanyi lagi kepada presiden baru, Pak Prabowo, aku masih seperti yang dulu. Memang Prabowo katanya akan membentuk zaken kabinet yang janjinya para menteri akan diisi oleh orang-orang berkompeten dan profesional.
Belakangan, setelah berbagai kejadian pada detik-detik terakhir kekuasaan Presiden Joko Widodo yang berhasil mempertahankan kekuasannya selama 10 tahun tersebut banyak peristiwa yang meramaikan perpolitikan negeri ini.
Perhatian publik terpecah dengan berbagai isu mengnai banyak hal. Dari masalah undang-undang di MK terkait keikutsertaan Gibran, dan putusan MK tentang ambang batas parlemen dan syarat usia calon kepala daerah, penggunaan jet pribadi oleh Kaesang, dan sederet isu yang kalau disebutkan satu per satu akan menjadi penuh oleh isu-isu yang muncul. Negeri ini menjadikan negeri penuh dengan keriuhan, yang tentu tidak mungkin lewat begitu saja dari kepala seorang presiden. Kalau kita ikuti semua, pening kepala awak.
Dari semua persoalan bangsa yang menimpa negeri ini, bagaimana dengan presiden baru mendatang? Sumpah presiden untuk kebaikan negeri ini sudah dibacakan dengan fasih oleh deretan presiden lalu. Lalu adakah perubahan yang akan terjadi dengan presiden yang akan datang? Jangan-jangan rakyat akan tetap bersuara, Pak Prabowo, aku masih seperti yang dulu.
Sebuah buku menarik yang mungkin baik dibaca oleh banyak orang termasuk para pemimpin negeri ini. Bukunya enteng, tidak berat, baik secara fisik maupun secara isi. Jangan berharap kita akan menemui teori-teori rumit berbagai disiplin ilmu, malahan saking ringannya, menjadikan kita yang membacanya akan terbahak-bahak. Lucu, dan bisa untuk menertawakan diri sendiri.
Judul : Pak Presiden, Buatlah Rakyat Stres
Penulis : Eby Sumartono
Penerbit : Andi Offset, Yogyakarta
Tahun : Tahun 2009
Halaman : xiv + 136 halaman
Buku ini kalau mau disimpulkan berisi tentang teriakan rakyat kecil berada di negeri yang mereka cintai ini. Banyak harapan, keinginan, cita-cita kepada para pengelola negara ini yang ternyata sering tidak kesampaian. Presiden selalu berganti, para menteri sebagai tangan kanan presiden juga bergantian diduduki dengan harapan kebijakannya dapat dirasakan oleh rakyat kebanyakan, dan Oktober ini akan ada wajah-wajah baru yang akan mengemudi semua kebijakan yang katanya untuk mensejahterakan rakyat.
Oklah, rasanya berlebihan kalau kita tidak menganggap mereka tidak bekerja selama ini, buktinya banyak rakyat yang menikmati hasil pembangunan yang dilakukan oleh para pembesar negeri ini. Tapi apakah memang sudah merata? Pertanyaan berikutnya, apakah sudah maksimal?
Rakyat kecillah yang sering merasa tidak mengerti apa-apa untuk merasakannya. Lalu apa yang bisa dilakukan oleh rakyat kecil? Gregeten kepada pembesar? Sampai di situ saja yang bisa dilakukan. Tapi ada hal lain yaitu mengungkapkan dalam bentuk humor-humor harian. Jangan tersinggung ya, kadang-kadang humor mereka sangat pedas dan nyelekit, tapi, apakah hal itu masih dirasakan bentuk kritik dalam humor tersebut?
Atau jangan-jangan seperti kasak-kusuk banyak orang di banyak tempat, katanya, sebuah jalan akan diperbaiki kalau di jalan tersebut sudah banyak menjatuhkan korban pemakai jalan. Itupun diperbaiki dengan tambal sulam. Kalau sudah mendapat perhatian banyak orang, barulah mendapat atensi, itupun dengan tujuan hanya untuk meredam gremengan banyak orang.
Yah, buku ini berisi banyak kritik dalam bentuk anekdot yang kalau kita membacanya bisa-bisa kita ketawa terpingkal-pingkal. Tapi kejadian lucu yang sama bisa saja akan membuat panas telinga. Redaksi ingin mengutip satu saja, dan selebihnya, silahkan baca buku ini, supaya kita bisa ketawa bersama-sama.
Ketika seorang pejabat berkunjung ke tempat pemukiman kumuh yang penuh dengan orang miskin, ia berkata, "Saya tersinggung kalau dikatakan jumlah orang miskin bertambah. Selama masa pemerintahan saya, jumlah orang miskin sudah diusahakan untuk ditekan. Bukankah begitu saudara-saudara?"
"Ya,......," Jawab penduduk di pemukiman kumuh itu. Namun di tengah gemuruh suara setuju, terdengar suara, "Mengapa pak pejabat tersinggung kalau dikatakan jumlah orang miskin semakin banyak. Saya saja tidak tersinggung dikatakan sebagai orang miskin. La kok malah bapak yang tersinggung?"
Posting Komentar
0 Komentar