Review Buku ‘Algoritma Opini Publik’: Mengungkap Mesin Tak Terlihat di Balik Pendapat Kita
Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa sebuah isu bisa mendadak viral di media sosial dalam hitungan jam? Atau bagaimana sebuah pendapat yang tadinya minoritas, tiba-tiba menjadi perbincangan nasional? Kita hidup di zaman di mana arus informasi terasa begitu deras dan sering kali membingungkan. Di balik hiruk pikuk linimasa, ada sebuah kekuatan tak terlihat yang bekerja, menjadi sutradara bagi apa yang kita lihat, baca, dan percayai. Kekuatan itu adalah algoritma.
Melalui buku “Algoritma Opini Publik: Perspektif Sejarah dan Transformasi Digital”, duo penulis Ali Rif'an dan Entis Somantri mengajak kita menyelami ruang mesin dunia digital. Diterbitkan oleh DIVA Press, buku ini bukan sekadar bacaan teknis, melainkan sebuah pembedahan komprehensif tentang evolusi opini publik, dari zaman kolonial hingga dominasi kecerdasan buatan (AI) hari ini.
Opini Publik: Permainan Lama dengan Aturan Baru
Salah satu gagasan paling menarik yang diangkat buku ini adalah bahwa upaya membentuk opini publik bukanlah fenomena baru. Seperti yang dipaparkan penulis, sejak manusia membentuk koloni, penguasa selalu berusaha mengarahkan narasi. Polanya bersifat satu arah: dari atas ke bawah (top-down). Raja, kaisar, atau pemerintah menyebarkan dekrit dan informasi melalui aparatusnya untuk memastikan kepatuhan dan dukungan rakyat.
Buku ini dengan cermat menelusuri jejak sejarah tersebut, dari komunikasi lisan di pasar tradisional, era surat kabar cetak, kemunculan radio dan televisi, hingga akhirnya tiba pada revolusi digital. Ali Rif'an dan Entis Somantri berargumen bahwa transformasi digital secara fundamental telah mengubah arena permainan. Jika dulu "algoritma" dibentuk oleh titah penguasa atau kebijakan editorial media massa, kini algoritma tersebut ditulis dalam baris-baris kode yang menggerakkan platform seperti Instagram, X (Twitter), TikTok, dan Facebook.
Sang Sutradara Digital: Bagaimana Algoritma Bekerja?
Inilah inti dari pembahasan buku “Algoritma Opini Publik”. Penulis mengupas tuntas peran algoritma media sosial sebagai kurator utama informasi kita. Algoritma tidak netral; ia dirancang dengan tujuan spesifik, yaitu memaksimalkan engagement atau keterlibatan pengguna.
Apa artinya? Konten yang memicu reaksi emosional—kemarahan, kebahagiaan, keterkejutan—cenderung diprioritaskan. Konten yang kontroversial dan memancing perdebatan akan disajikan ke lebih banyak orang. Akibatnya:
- Gelembung Filter (Filter Bubble): Algoritma menyajikan konten yang sesuai dengan keyakinan kita yang sudah ada, mengisolasi kita dari sudut pandang yang berlawanan.
- Ruang Gema (Echo Chamber): Di dalam gelembung tersebut, opini kita terus-menerus diperkuat oleh orang-orang yang berpikiran sama, membuatnya terasa seperti kebenaran mutlak.
- Prioritas pada Viralitas, Bukan Kebenaran: Sebuah informasi bisa menyebar luas bukan karena akurat, tetapi karena kemasannya menarik atau isinya memancing emosi.
Buku ini memberikan banyak contoh kasus bagaimana cara kerja opini publik di era modern sangat dipengaruhi oleh mekanisme ini. Sebuah ide atau tulisan yang brilian bisa jadi tenggelam jika tidak "ramah algoritma", sementara hoaks atau misinformasi bisa merajai linimasa jika berhasil memancing interaksi.
Tantangan bagi Penulis dan Pembaca di Era Algoritma
Sebagai seorang penulis, buku ini menyadarkan saya bahwa kualitas tulisan saja tidak cukup. Di era ini, penulis juga harus memahami lanskap digital tempat karyanya akan dilepas. Pertanyaannya bukan lagi sekadar "bagaimana menulis dengan baik?", tetapi juga "bagaimana agar tulisan ini bisa menjangkau pembaca yang tepat di tengah kepungan algoritma?"
Bagi pembaca, buku ini adalah panduan untuk menjadi konsumen informasi yang lebih kritis. Ia mendorong kita untuk bertanya:
- Mengapa saya melihat konten ini?
- Apakah informasi ini disajikan untuk menginformasikan atau untuk memprovokasi?
- Bagaimana cara saya keluar dari gelembung filter untuk mendapatkan perspektif yang lebih seimbang?
Ali Rif'an dan Entis Somantri tidak hanya menyajikan masalah, tetapi juga menyoroti potensi positif dari algoritma. Jika digunakan secara etis, ia dapat mempercepat penyebaran kesadaran sosial, menggalang dana untuk kemanusiaan, dan mendorong partisipasi demokratis.
Kesimpulan: Sebuah Peta untuk Dunia yang Baru
“Algoritma Opini Publik: Perspektif Sejarah dan Transformasi Digital” adalah buku yang relevan, penting, dan membuka mata. Dengan narasi yang jernih dan analisis yang tajam, buku terbitan Penerbit DIVA Press ini wajib dibaca oleh siapa saja yang ingin memahami dunia modern: mahasiswa, praktisi komunikasi, penulis, pemasar, dan siapa pun yang aktif di media sosial.
Buku ini berhasil memetakan sebuah wilayah yang sering kita tinggali namun jarang kita pahami. Ia memberi kita peta dan kompas untuk menavigasi lautan informasi digital, mengingatkan kita bahwa di balik setiap unggahan yang viral, ada mesin tak terlihat yang sedang bekerja.
Setelah membacanya, Anda mungkin akan melihat linimasa media sosial Anda dengan cara yang sama sekali berbeda.

Posting Komentar untuk "Review Buku ‘Algoritma Opini Publik’: Mengungkap Mesin Tak Terlihat di Balik Pendapat Kita"
Posting Komentar