Perceraian dalam Pandangan Charles Swindoll: Sebuah Pergumulan Iman Kristen
Dalam tradisi Kristen, perceraian antara suami dan istri tidak pernah dipandang sebagai jalan keluar yang ideal. Ajaran turun-temurun yang mengakar dalam gereja menyandarkan diri pada ucapan Yesus dalam Injil Matius 19:6: "Apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia." Kalimat ini seringkali dikutip untuk menegaskan bahwa pernikahan adalah ikatan kudus yang tak dapat dipisahkan.
Namun dalam realitas kehidupan, tidak sedikit pasangan Kristen yang mengalami kehancuran rumah tangga dan berakhir pada perceraian. Ironisnya, ketika perceraian terjadi di luar komunitas Kristen, beberapa orang Kristen justru memberikan penilaian yang cenderung menghakimi. Mereka menempatkan ajaran Kristus sebagai standar moral yang tidak membuka ruang sedikit pun untuk kegagalan dalam pernikahan.
Perselingkuhan Menurut Tokoh Ini
Charles R. Swindoll, seorang pengkhotbah dan penulis Kristen terkemuka, menggambarkan pergumulan ini secara jujur dalam berbagai tulisannya, khususnya melalui pelayanan Insight for Living. Dalam pengamatannya, Swindoll mengakui bahwa ajaran Alkitab secara eksplisit menolak perceraian, apalagi pernikahan kembali setelah perceraian. Namun ia juga tak menutup mata terhadap kenyataan pahit: perceraian tetap terjadi, bahkan di kalangan umat Kristen yang taat.
Swindoll tidak menyederhanakan persoalan ini. Ia melihat adanya ketegangan antara idealisme ajaran dan realitas kehidupan. Dalam beberapa kasus, ia menyadari bahwa perceraian bukan hanya pilihan emosional, tetapi bisa menjadi satu-satunya jalan keluar dari situasi yang penuh penderitaan, seperti kekerasan dalam rumah tangga atau pengkhianatan yang berulang.
Ia pun menyentuh isu yang lebih kompleks: bagaimana gereja seharusnya bersikap terhadap orang-orang yang telah bercerai dan kemudian menikah kembali? Apakah mereka harus dikucilkan? Atau diterima dengan kasih sebagai orang-orang yang juga berhak atas anugerah dan pengampunan Tuhan?
Bagi Swindoll, kasih karunia Tuhan harus menjadi lensa utama dalam menanggapi isu ini. Bukan berarti ia mempermudah perceraian, melainkan mengajak umat Kristen untuk tidak cepat menghakimi, melainkan mengedepankan pemahaman, pendampingan, dan penyembuhan bagi mereka yang terluka oleh kegagalan dalam pernikahan.
Dengan demikian, pandangan Charles Swindoll tentang perceraian bukanlah bentuk kompromi terhadap ajaran Alkitab, melainkan usaha menggumulkan firman Tuhan dalam terang kasih dan realitas hidup. Ia tidak menawarkan jawaban mutlak, tetapi membuka ruang dialog yang sehat dan penuh empati bagi komunitas Kristen yang sedang berjuang memahami dinamika rumah tangga dan iman.
Penulis : Charless R. Swindoll
Penerbit : PT. BPK Gunung Mulia
Tahun : Jakarta, 1997
Makanya Swindoll benar-benar mengingatkan bahwa bisa saja orang yang membaca buku ini salah menafsirkan apa yang disampaikan. Dan bila ada orang yang tidak setuju itu adalah satu perkara, namun salah menafsirkan itu soal lain lagi. Itulah gambaran betapa Swindoll sendiri merasa was-was ketika menyampaikan masalah perceraian ini. Tapi di lain pihak penulis buku laris Seri Tokoh Alkitab ini perlu menyampaikan secara gamblang apa yang diungkap oleh alkitab sendiri dan tentu kehendak Allah bagi rumah tangga.
Posting Komentar