Mualaf: Diinspirasi oleh Kejadian Nyata


Pindah keyakinan menjadi muallaf selalu menarik untuk diikuti karena di dalamnya kita akan berjumpa dengan perjuangan yang tidak mudah. Menariknya perubahan hidup dibuktikan dengan memberi inspirasi bagi orang lain.
 
Buku yang saya akan bahas adalah buku berbentuk Novel terbitan PT. Gramedia Pustaka Utama berjudul Mualaf. Buku yang terbit tahun 2014 ini ditulis dalam bentuk Novel berdasarkan kisah nyata oleh John Michaelson. 
 
Membaca novel Muallaf ini sebenarnya menarik juga karena bagaimana kehidupan John yang sejak kecil mengalami hidup di dalam keluarga yang bisa digambarkan sebagai keluarga yang tidak bahagia. Tapi juga perjalan hidup ketika remaja dan pemuda bisa dibilang bergelimang dengan kegelapan, seperti narkoba, kecanduan alkohol dan kehidupan zina.

Kehidupan yang gelap seperti itu tentu saja tidak akan mendapatkan ketenangan, apalagi secara spiritual. Belum lagi orang tuanya yang kacau balau dan jauh dari kata keluarga bahagia. Orang tuanya bercerai dan bukan hanya itu saja, ayahnya justru memberi contoh di mana ia hidup dengan wanita lain. Selepas remaja John bekerja di kapal mengeikuti jejak ayahnya yang tentu sudah memberi contoh kurang baik dengan John.

Sebenarnya John sendiri percaya dengan adanya Tuhan tapi ia tidak tertarik untuk mengikuti agama apapun. Inilah poin pentingnya di mana ia tidak memiliki pegangan apapun untuk mengisi kekosongan spiritualitasnya. Belum lagi ketidakbahagiaan yang dialaminya membuat ia merasa tidak puas dengan kehidupannya.

Selepas bekerja di kapal ia memutuskan untuk menjadi guru sastra. Pertemuan dengan tokoh Karim seorang Muslim memang memberi sedikit pengetahuan mengenai Agama Islam. Walaupun ia sendiri yang mendapatkan penjelasan mengenai Islam tidak gampang meruntuhkan prinsipnya yang agnostik. Sebaliknya mengenai Islam ia sendiri tahu bagaimana Barat (di mana ia berasal) punya pandangan buruk mengenainya.

Indonesia rupanya menjadi tempat di mana John ditakdirkan untuk kembali belajar banyak hal mengenai Islam. Interaksi dengan suasana dan kehidupan orang-orang Muslim di Indonesia telah menarik perhatiannya. Bagaimana ia mendengarkan adzan lima kali sehari, cara orang Islam berinteraksi satu dengan lainnya, dan ritual-ritual yang disaksikan langsung olehnya membuatnya ia kembali punya peluang untuk belajar Islam.

Menghubungkan antara apa yang ia dengar mengenai Islam dari dunia Barat di mana ia berasal membuat John berkesimpulan, bahwa karena banyak orang yang membawa bendera agama tapi hanya untuk kepentingan diri sendiri. Menurutnya, Islam tidak salah, yang salah adalah individu-individu yang telah merusak citra Islam.

Sebagai orang yang menekuni sastra, ia berargumen, Islam itu memiliki dua tipe yaitu noun di mana mengaku Islam tapi prilakunya tidak mencerminkan seorang Muslim. Tipe kedua adalah adjective, yaitu ada keselarasan antara ajaran dan perbuatan Islam itu sendiri.

Baca Juga:

Adik Buya Hamka Memeluk Kristen

Posting Komentar

0 Komentar