Anak Pendeta Muallaf dan Menginspirasi Banyak Orang


Kepindahan agama selalu menarik untuk diikuti, apalagi bila tokoh yang pindah agama tersebut menjadi orang yang memiliki ketokohan yang menginspirasi. Misalnya saja anak pendeta menjadi muallaf akan cukup menarik perhatian.

Pemilihan judul tulisan di cover dalam menilai buku ini menarik minat walau menurut saya sedikit bombastis dan cenderung hanya ingin menarik minat pembaca, atau setidak-tidaknya seperti pancingan agar orang merasa terkesima. Khususnya kata yang digunakan, Anak Pendeta Muallaf.
 

Karena kalau membaca isi buku ini hampir tidak ada hubungannya masalah keputusan menjadi muallaf dari tokoh yang diceritakan ini dengan orang tuanya sang pendeta itu sendiri. Kecuali hubungannya sebatas anak dan bapak. Dan narasi inilah yang rupanya sering dipakai sebagai iklan untuk menarik minat terhadap ketokohan seseorang. Padahal, sepak terjang tokoh yang diceritakan itu bukan melulu soal bagaimana dia menjadi Muallaf, tapi bagaimana ia berjuang dengan luar biasa untuk menghapus rasisme.

Tapi kembali kepada kecenderungan pemilihan narasi MANTAN ini menggejala. Makanya jangan kaget, kalau kemudian muncul banyak narasi serupa jaman sekarang dengan pola-pola yang sama. Contohnya, anak pendeta bergelar STh, muallaf, mantan pendeta menjadi muallaf. Lulusan Vatikan Menjadi muallaf, mantan pastor menjadi muallaf, dan seterusnya. 
 
Tapi tentu saja, pemilihan kata seperti disebut di atas bukan melulu dari pihak Muslim, dari pihak Kristen juga sama. Contohnya, sepulang dari tanah suci, percaya Yesus, seorang Muslim menerima Yesus, Anak asli Melayu percaya Yesus, dan seterusnya. Tentu saja, pemilihan kata tersebut bukan tanpa maksud dan tujuan. Apalagi kalau bukan untuk memberi drama dalam penyampaian pesan yang disampaikan. Apakah itu salah? Andalah penilai yang obyektif.
 
Tawanan Taliban Menjadi Muallaf

Tapi kembali kepada buku yang memberi penjelasan rinci mengenai tokoh yang selama ini hanya mendengar namanya dan sepak terjangnya yang luar biasa yaitu Malcolm X. Buku ini seakan memberi kemudahan bagi pembacanya untuk mengikuti secara runtut kehidupan tokoh luar biasa dari Amerika Serikat ini sejak lahir dan kehidupannya serta prosesnya menjadi muallaf dan perjuangannya mengembangkan syiar Islam di negara Paman Sam itu.

Tapi pujian bagi buku ini dalam menceritakan perjalanan hidup sang tokoh begitu runtut dan detail, sehingga bagi siapapun yang membaca buku ini akan mudah mengikuti alur kisah hidupnya. Buku yang ditulis oleh Riswan Permadi ini memang bercerita sangat runtut bagaimana Malcolm X berjuang untuk memutuskan mata rantai rasisme di Amerika Serikat. Rasisme memang sangat berbahaya bagi siapapun dan di manapun.

Perjuangan Malcolm X yang lahir tumbuh dan besar di bawah tekanan rasisme itu sangat menyakitkan dan mempengaruhi seluruh kehidupannya. Rasisme yang dialaminya sudah mendarah daging dan hal tersebut mempengaruhi seluruh kehidupan dalam arti, cara berpikir, pandangan hidup dari kelompoknya serta pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadiannya seakan membentuk hidup kelompoknya dan Malcolm X khususnya.
 
Mengapa Mereka Pindah Agama?

Satu pujian lagi buku ini adalah kehidupan Malcolm X bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi siapapun termasuk di negara ini bahwa rasisme (apapun bentuknya) suatu saat akan menemui jalannya sendiri bagi timbulnya sesuatu yang positif atau malah sebaliknya negatif sebagai buahnya. Di sinilah cita-cita Malcolm X yang berjuang melalui agamanya untuk menghapus rasisme yang sudah berkembang parah tersebut. 
 
Sebuah perjuangan yang patut dihargai dan menurut saya inilah model muallaf yang benar-benar sibuk dengan tujuan positifnya yaitu menghapus rasisme yang terjadi saat itu. Jadi, sekali lagi buku ini bukan berbicara bagaimana pergumulan batin seorang Malcolm X menjadi muallaf, tapi bagaimana perjuangan Malcolm X setelah menjadi muallaf yang memberi inspirasi. Itulah kelebihannya, bukan penyerangan terhadap keyakinan agama orang tuanya.
 

Komentar

Postingan Populer