Doa Pengampunan Dosa Seperti Apa Bentuknya?
Banyak orang bertanya, bagaimana bentuk doa untuk mengampuni orang lain? Mengampuni bukan hanya masalah berdoa. Tapi bagaimana praktek pengampunan itu sendiri yang lebih penting. Langkah awalnya adalah analisa masalahnya dan berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Mengampuni orang lain harus diakui dan jujur adalah hal yang sulit dilakukan, apalagi jika seseorang telah menyakiti kita secara emosional atau fisik. Namun, meskipun tampaknya berat, pengampunan merupakan kunci penting untuk memperoleh pengampunan dari Tuhan sendiri. Pengampunan identik dengan mengasihi.
Kalau boileh dibilang pengampunan itu pintu masuk ke dalam mengasihi. Dan 1 Yohanes 4:20 menyatakan bahwa seseorang yang tidak mengasihi sesama manusia yang kelihatan tidak mungkin bisa mengasihi Allah yang tidak kelihatan. Ayat ini berbunyi, "Jikalau seorang berkata: ”Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya"
Salah satu alasan utama mengapa mengampuni orang lain bisa sangat sulit adalah karena kita merasa mereka sudah melukai hati kita. Apalagi bila luka tersebut ada unsur pengkhianatan. Ketika seseorang menyakiti kita, baik dengan kata-kata maupun tindakan, rasa sakit tersebut bisa meninggalkan luka yang dalam. Rasa marah, kecewa, dan terkadang kebencian bisa muncul sebagai respons alami terhadap perasaan terancam atau terluka. Namun, meskipun emosi-emosi ini adalah reaksi yang manusiawi, mereka juga bisa mempengaruhi kesejahteraan kita secara keseluruhan.
Keengganan untuk memaafkan seringkali berasal dari pemikiran bahwa dengan memaafkan, kita seolah-olah membenarkan atau menerima tindakan buruk orang tersebut. Padahal, mengampuni bukan berarti membenarkan atau melupakan kesalahan mereka, melainkan memberi diri kita sendiri kesempatan untuk melepaskan beban emosional yang bisa membelenggu hidup kita.
Mengampuni sesuai dengan firman Tuhan memang jelas, namun yang sering kali tidak jelas adalah bagaimana kita mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, mengampuni bukan hanya tentang mengetahui firman Tuhan atau berdoa sebagai tanda pengampunan, melainkan mengampuni merupakan tindakan konkret.
Bagi seorang pembicara, pengkhotbah, atau penceramah, ketika berbicara tentang pengampunan, hal tersebut serupa dengan menghadapi ujian dan tuntutan. Ujiannya terletak pada apakah apa yang disampaikan akan dijalankan. Di sinilah letak tuntutan yang lebih besar, apakah apa yang saya sampaikan dalam ceramah benar-benar saya lakukan sendiri?
Membahas dan mengangkat tema pengampunan dalam seminar atau diskusi keluarga memerlukan keberanian ekstra, apalagi menyampaikannya dari mimbar. Jika kita tidak berkomitmen untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, maka konsep pengampunan hanya akan terasa manis dalam teori, namun kosong dalam praktik.
Ketika berbicara tentang pengampunan Tuhan atas dosa-dosa kita, banyak orang mahir dalam berargumen teologis dengan dalil yang fasih dan tepat, dilengkapi dengan ayat, pasal, dan kitab. Namun, ketika tiba saatnya untuk praktik mengampuni orang lain yang berbeda pendapat, yang telah menyakiti kita, atau yang telah menyinggung keyakinan kita, kita sering kali menghindar. Mengapa? Karena dalam praktiknya, pengampunan itu sering terasa manis di mulut tetapi pahit dalam kenyataan.
Memaafkan itu Akan Menyembuhkan
Sebuah buku mengenai pengampunan ini
Judul : Mengampuni …Mu’jizat Terakhir (Forgivenes…The Ultimate Miracle)
Penulis : Paul J. Meyer,
Penerjemah : Yahya Kristiyanto.
Penerbit : Nafiri Gabriel
Tahun : Jakarta tahun 2007.
Buku karya Paul J. Meyer, yang sering menduduki peringkat bestseller New York Times, berjudul "Mengampuni… Mu’jizat Terakhir" sangat layak dibaca. Buku ini unik karena ditulis berdasarkan pengalaman nyata, berbeda dari kebanyakan buku yang membahas pengampunan melalui deretan ayat-ayat, buku ini justru mengambil sudut pandang pengalaman pribadi.
Meyer berbagi kisah tentang bagaimana ibunya menjadi inspirasi dalam praktik pengampunan, yang telah menjadi prinsip hidupnya dalam menghadapi perilaku menyakitkan dari suaminya.
Menurut Paul J. Meyer dalam bukunya "Mengampuni," ibunya memilih untuk mengampuni suaminya, yang juga ayahnya, karena itu adalah keinginannya. Keputusan hidupnya adalah untuk memilih jalan pengampunan daripada kebencian.
Selanjutnya, Paul J. Meyer menyajikan langkah-langkah praktis yang mudah dipahami dalam buku ini. Ia membimbing pembaca secara bertahap untuk mengambil tindakan pengampunan tanpa bersikap menggurui. Oleh karena itu, kita patut memberikan penghargaan kepada Paul J. Meyer atas bukunya yang sangat membantu bagi siapa saja yang ingin mengampuni.
Mengampuni orang lain bukanlah hal yang mudah, tetapi ini adalah langkah penting untuk mencapai kedamaian batin. Proses pengampunan membantu kita untuk melepaskan beban emosional, meningkatkan kesehatan mental dan fisik, serta memperbaiki hubungan kita dengan diri sendiri dan orang lain. Dengan mengampuni, kita membuka jalan bagi kebahagiaan dan kedamaian yang lebih besar dalam hidup kita. Jadi, jika Anda sedang berjuang dengan perasaan terluka, ingatlah bahwa mengampuni adalah langkah pertama untuk menyembuhkan diri dan hidup dengan lebih ringan.
Duduklah dengan tenang, dan analisa serta bertanyalah, kenapa kita begitu sulit mengampuni? Carilah penyebab utamanya, berusahalah untuk mencari penyelesaian masalah yang menjadi penyebab tersebut.
Komentar
Posting Komentar