Ari Wibowo Inge Anugrah Tak Adakah Pintu Saling Memaafkan


Kasus yang menimpa pasangan selebritas Ari Wibowo dan Inge Anugrah semakin kokoh niat mereka untuk bercerai. Pernyataan mereka di media yang akan membawa proses perceraian ke pengadilan menghiasi media dan seperti tidak ada celah bagi mereka pintu untuk saling memaafkan.

Hal tersebut semakin terlihat dari pernyataan mereka yang persoalannya berkembang ke hal-hal yang sifatnya pribadi seperti bagaimana managemen keuangan keluarga diungkap bahkan sampai soal detail jumlah rupiah yang beredar dalam rumah tangga mereka. Tentu hal tersebut menunjukkan semakin lebarnya konflik antara keduanya. Tak adakah pintu untuk saling mengampuni?

Memaafkan dan mengampuni bukanlah sikap yang biasa dilakukan oleh mereka yang lemah. Sikap itu hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki kekuatan lebih. Karena bagi yang lemah mengampuni itu bebannya terlalu berat untuk dijalankan.

Mengampuni kelihatannya menjadi sikap yang enteng untuk dibicarakan dan didiskusikan. Karena faktanya mengampuni menjadi pembicaraan yang terkadang melibatkan emosi sehingga tanpa terasa semangatnya untuk mengangkat tema pengampunan begitu menarik. Maklum tema mengampuni juga menjadi perintah yang sejajar dengan mengasihi. Sehingga untuk menolak bersikap mengampuni menjadi ketakutan tersendiri untuk digugat. Tapi sayang, bersikap mengampuni di saat kita merasa dikhianati, dilecehkan, diperlakukan tidak adil dan kemudian diminta untuk mengampuni akan menjadi beban berat yang tidak mudah untuk dilaksanakan.

“Terlalu sakit hatiku untuk memaafkan perlakuannya,” begitu salah satu jawaban ketika kita diminta mengampuni. Yah, mengampuni memang sulit bagi mereka yang lemah dan tidak siap untuk melupakan kesalahan orang lain. Kita mengukur pengampunan itu dengan berapa kerugian yang sudah kita terima dari perlakuan orang yang telah menyakiti kita itu. Dengan menghitung antara kesalahan dengan pengampunan yang akan kita berikan kepada orang lain, selalu kita anggap lebih besar kesalahannya. Ada transaksi di dalamnya.

Seharusnya Mengampuni Bukan Hanya Sebatas Isu

Kita telah membangun tembok harga diri itu begitu kokohnya sehingga tidak mampu sedikitpun untuk membuka pintu sedikit saja memberi ampunan. Dan akhirnya menyerah kepada harga diri tersebut dengan mengatakan, “Aku tidak mampu mengampuninya.”

Sebaliknya bagi mereka yang kuat dan menyisihkan harga diri dan membuka pinta maaf dan pengampunan, ia akan berani mengampuni mereka yang dianggap bersalah dan pernah menyakitinya. Ia sanggup membuka diri dan bahkan belajar untuk menerima mereka yang datang untuk meminta maaf. Dia kuat menyingkirkan semua krikil yang mengganjal hatinya dan dengan sikap mengampuni mereka yang bersalah kepada dirinya.

Tuhan Yesus secara ekstrim menjawab soal pengampunan itu ketia muridNya bertanya,  "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Sebuah buku menarik mengenai memaafkan dan mengampuni yang dihubungkan dengan kesembuhan.

Judul Buku     : Rela Memaafkan: Obat Paling Ampuh

Penulis           : Gerald G. Jampolsky, M. D.

Penerbit         : Erlangga, Jakarta

Tahun Terbit   : 2001

Halaman        : xxxiii + 105 hlm.

Untuk diketahui bahwa penulis buku ini merupakan ahli psikiatris anak dan dewasa, lulusan Standford Medical School, California. Secara global ia diakui keahliannya dalam bidang psikiatries, kesehatan, bisnis dan pendidikan. Sehingga ketika kita membaca buku ini maka kita akan mengetahui analisanya sangat tajam dan penuh makna mengenai sebuah sikap yang mungkin sebagian orang belum siap untuk melakukannya yaitu RELA MEMAAFKAN dan MENGAMPUNI.

Kalau ditelisik memang tidak banyak penulis yang mau mengambil tema memaafkan, maka buku-buku tentang topik ini sulit didapatkan. Atau kalaupun ada yang punya interes untuk membahas soal yang satu ini, maka dia adalah orang yang memang memiliki kepribadian yang luar biasa. Kita bisa meraba-raba kalau dia merupakan orang yang punya hati lebih untuk tampil sebagai orang yang suka membawa kedamaian di muka bumi ini. Seperti pembawaan dari penulis buku ini yang dinilai oleh orang lain, koleganya Neale Donald Walsch, bukan dirinya sendiri yang menilai dirinya sendiri.

Yang menarik adalah pengalaman penulis ketika memberi pengantar buku ini. Ia menjelaskan buku ini ditulis bukan karena ia ingin mempelajari topik ini, tapi ia menulis sebagai pengingat bahwa dirinya ingin mengakhiri penderitaan yang ditimbulkan yang selalu cenderung menyalahkan orang lain dalam berbagai kesulitan. 

Bagi penulis yang bisa selalu menangkap pelajaran berharga kalau memaafkan itu akan memberi kebebasan pribadi, memberi pengharapan, kedamaian dan kebahagiaan. Kemudian dalam praktek memaafkan itu sebuah proses yang perlu dihayati, sehongga memaafkan ini menjadi sebuah pekerjaan yang tiada akhir.

Karena dalam prakteknya kita manusia ini dalam menjalani hidup selalu bertemu dengan hal-hal yang bisa memancing ketidakpuasan dan kecenderungan untuk selalu menyalahkanm orang lain. Dan hal ini termasuk dalam kehidupan rumah tangga, pekerjaan, di lingkungan, kantor dan seterusnya pancingan untuk selalu bersikap tidak puas selalu muncul. Jika semua kejengkelan-demi kejengkelan memenuhi seluruh kehidupan kita tanpa kita mau membereskan dengan memaafkan itu sama halnya dengan menumpuk sampah dalam diri, sampah kekecewaan tanpa dibuang dengan cara memaafkan.

Kalaupun kita merasa jengkel dengan perilaku orang lain sehingga kita memendamnya, belajarlah dari penulis buku ini yang dulu bisa saja kitalah yang membuat kejengkelan terhadap orang lain itu dan memaafkan akan membebaskan beban masa lalu kita. Memaafkan akan menunjukkan siapa kita sebenarnya sehingga kita bisa menjadi orang bebas dan menyembuhkan hidup kita.

Sekarang kembali kepada masalah yang mungkin muncul dalam banyak kasus kehidupan keluarga seperti yang sedang dialami oleh keluarga Ari Wibowo dan Inge Anugrah, pesan buku ini sangat kuat bahwa memaafkan akan menyembuhkan dalam cara pandang kita terhadap diri sendiri maupun cara pandang terhadap orang lain. Semoga!

 

Posting Komentar

0 Komentar