Stoikisme: Bagaimana Bijak di Dunia yang Tak Pasti
Dalam dunia yang penuh dengan kecemasan, disinformasi, dan ketidakpastian, kita sering kali merasa terombang-ambing oleh keadaan. Donald Robertson melalui bukunya Marcus Aurelius: Berpikir Stoik ala Kaisar Roma menawarkan prinsip kuno tapi bisa menjadi obat mujarab yaitu melalui Stoikisme.
Donald Robertson, seorang peneliti Stoikisme, menyajikan kehidupan Marcus Aurelius dengan apik, bukan sekadar sebagai sebuah perjalanan Sejarah seorang kaisar dalam dunia politik, tetapi sebagai sumber kebijaksanaan yang sangat relevan. Kaisar Roma ini bukan hanya pemimpin militer dan politik, tetapi juga seorang filsuf yang menulis catatan yang terkumpul yaitu Meditations, sebuah catatan pribadi tentang bagaimana tetap tenang dan adil di tengah kekacauan. Tentu dalam buku ini kita bisa menghubungkan dengan konteks sekarang.
Bayangkan dari situasi Kacau dalam kekaisaran yang penuh dengan persoalan pelik yang dibahas dalam buku ini menyoroti bagaimana Marcus menghadapi pandemi (wabah Antonine), perang, dan pengkhianatan. Tiga hal genting yang kalau kita sandingkan dengan dunia saat ini yang mirip dengan masa kini yaitu pandemi global, krisis iklim, konflik geopolitik, dan kita semua hidup dalam dunia yang penuh tantangan seperti itu. Robertson menekankan bahwa cara Marcus Aurelius bisa bertahan menghadapinya melalui disiplin berpikir, pengendalian emosi, dan berpegang pada nilai-nilai.
Stoikisme akan menjadi Sejarah saja bila tidak dipraktekkan dalam kehidupan masa kini dan Robertson mengurai prinsip Stoik seperti dikotomi kendali, latihan dengan mengingat kematian, dan logika batin. Ia menjelaskan bahwa kita tidak bisa mengendalikan dunia, tetapi kita bisa mengendalikan respons kita. Sebuah prinsip yang bergema kuat di era digital yang sering menjerumuskan kita ke dalam kecemasan sosial dan overthinking.
Apakah ini sebuah bentuk pelarian dari kesulitan? Tidak, ini bukan Pelarian, tapi pendekatan terhadap realita yang bisa kita hadapi. Jadi berbeda dari anggapan bahwa Stoikisme berarti dingin atau pasif, Marcus justru menunjukkan bahwa menjadi Stoik adalah tentang aktif memilih untuk tetap berbuat baik, bersikap adil, dan berpikir jernih, bahkan dalam kondisi paling buruk sekalipun.
Lalu, bagaimana hubungannya yang real dengan kehidupan sekarang? Di zaman yang dipenuhi ketidakpastian, baik secara ekonomi, politik, maupun sosial, buku ini seperti tawaran yang masuk akal tentang kebijaksanaan menghadapi semuanya. Buku ini mengajak pembaca untuk mempraktikkan self-control, kejelasan dalam menghadapi dunia yang bergerak cepat dan sering tak terduga.
Judul : Marcus Aurelius: Berpikir Stoik ala Kaisar Roma
Penulis : Donald Robertson
Penerbit : Penerbit Bentang Pustaka
Tahun : Yogyakarta, 2024
Halaman : xxii + 290 halaman
Dalam buku ini Robertson menyampaikan dengan cara yang mudah dipahami, menjembatani jarak antara abad ke-2 di mana Marcus Aurelius hidup dan abad ke-21. Ia menjadikan Stoikisme bukan sebagai bahan renungan pasif, tapi sebagai alat bertahan dan bertumbuh di masa kini yang tidak pasti.
Memang ketenangan di tengah
kesulitan dan keunggulan personal dalam bidang masing-masing sesuai dengan apa yang dirasakan memang sangat selaras
dengan inti Stoikisme ala Marcus Aurelius.
Yang yang harus diingat bahwa Marcus Aurelius menunjukkan ketenangan bukan datang dari dunia luar yang damai, tetapi dari dalam diri yang terkendali. Dalam Meditations, ia sering mengingatkan dirinya sendiri bahwa badai kehidupan tak terelakkan—tetapi pikiran dan sikap kita terhadapnya adalah pilihan. "Kamu memiliki kekuatan atas pikiranmu, bukan atas peristiwa. Sadari ini, dan kamu akan menemukan kekuatan."
Donald Robertson menekankan bahwa latihan batin Stoik seperti refleksi harian, membuat jurnal yang disiplin, dan meditasi tentang kematian atau penderitaan bukanlah bentuk pesimisme, melainkan cara membangun mental yang tahan banting dan tenang dalam mengambil keputusan. Ingat, sekali lagi bahwa dia bukanlah orang kebanyakan, tapi dia adalah Sang Kaisar. Berada dalam dunia politik.
Stoikisme apakah sesuai dengan profesi apapun? Ia benar Stoikisme untuk semua profesi. Jadi salah satu pesan kuat dari buku ini adalah bahwa Stoikisme bukan hanya untuk filsuf atau pemimpin besar saja, walaupun juga baik untuk mereka. tapi siapa pun itu, guru, pengusaha, seniman, ibu rumah tangga, dokter bisa menerapkannya. Marcus menyebut bahwa seseorang harus menjalani peran hidupnya sebaik mungkin. "Tujuan hidup bukanlah untuk melarikan diri dari tanggung jawab, tapi untuk mengerjakannya dengan integritas."
Robertson menghubungkan prinsip ini dengan gagasan aretê (keunggulan moral dan profesional). Artinya, kamu tidak perlu menjadi Kaisar untuk berlatih Stoik—cukup dengan menjadi pribadi terbaik di bidangmu, setiap hari, dengan cara berpikir yang jernih dan etika yang teguh.
Jadi Marcus Aurelius: Berpikir Stoik ala Kaisar Roma bukan sekadar biografi atau buku filsafat. Ini adalah panduan hidup. Dengan pendekatan yang kontekstual dan penuh empati, Donald Robertson berhasil menghidupkan ulang Stoikisme untuk pembaca modern. Buku ini cocok bagi siapa saja yang ingin hidup lebih tenang, tangguh, dan bermakna di tengah dunia yang tak menentu.
Posting Komentar