Pamer Kekayaan di Antara Kita yang Mencari Hiburan

Akhirnya Indra Kenz divonis 10 tahun penjara dan denda 5 milyar rupiah dalam kasus investasi bodong Binomo 14 November lalu oleh Pengadilan Negeri Tanggerang.

Sebenarnya selain Indra Kenz dan Dony Salmanan ditangkap oleh Kepolisian RI beberapa waktu lalu beberapa pelaku masih terus diburu yang terlibat melakukan penipuan dengan perolehan uang yang mencapai miliaran. 

Untuk diketahui bahwa mereka adalah orang-orang tajir yang sebelumnya menyandang gelar crazy rich yaitu orang-orang super kaya. Memamerkan kekayaan di depan publik dengan tanpa berpikir mengeluarkan uang untuk membeli apa yang mereka mau. Kita hanya menyaksikan mereka sebagai hiburan harian. Bahkan bisa lupa kalau kita masih punya tanggungan hutang cicilan.

Memang ada beberapa orang lain yang masuk katagori sultan memiliki kekayaan yang tak terhitung jumlahnya karena kerja keras mereka. Mereka terus aktif menyampaikan informasi di depan publik kekayaan mereka yang berlebih sebagai sebuah tayangan hiburan. Dan kita sebagai masyarakat biasa yang tidak masuk dalam katagori super kaya begitu menikmati apa yang mereka tunjukkan.

Buktinya rating mereka cukup tinggi. Dan bahkan channel Youtube mereka menjadi santapan harian banyak penonton yang tidak habis-habisnya memberikan rasa penasaran mengenai apa yang mereka miliki. Dan ingin tahu apa yang mereka belanjakan.

Pamer kekayaan di negeri ini tidak lagi dianggap hal yang tabu, bahkan sangat digandrungi polah tingkahnya oleh banyak orang. Istilah crazy rich atau orang super kaya tidak lagi canggung memamerkan kekayaannya di depan publik. Bahkan penyebutan sultan bagi mereka yang hidup mewah diadopsi dalam istilah sehari-hari kita. Dengan menyebutkan mereka sebagai crazy rich sesuai dengan tempat tinggal mereka.

Sebuah buku menarikyang ingin diperkenalkan kepada pengunjung webblog ini berjudul: Orang Kaya di Negeri Miskin. Buku ini dikarang oleh Eko Prasetyo. Sementara penerbitannya diserahkan kepada Resist Book, Yogyakarta. Tahun terbitan Juli 2005.

Buku ini memang sarat dengan kritik dengan situasi yang terjadi di Indonesia ketika tahun buku ini ditulis. Tapi walaupun di sana-sini isinya penuh dengan kritik, jangan berharap cara penyampaiannya dengan kasar. Justru ketika membaca dari halaman-halaman awal, kita dibuatnya tertawa terpingkal-pingkal. 

Karena sekalipun kritik disampaikan dengan mengulas kenyataan yang terjadi di masyarakat yang mendapat sorotan tajam, namun justru walaupun itu fakta ketika itu tapi narasi yang dipilih membuat kita tersenyum. Belum lagi ilustrasi yang menjadi penguat setiap pesan benar-benar memberikan kritik tajam namun penuh dengan kelucuan.

Pembuka dari buku ini saja sudah nyelekit tapi itu merupakan realitas yang disorot oleh penulis. Lihat saja tulisan pembuka, "Kenapa sistem sosial yang berlaku sekarang menyingkirkan keberadaan dan hak orang miskin. Untuk mendapat pendidikan yang bermutu orang miskin dibenturkan pada prosedur berbelir-belit. Dan prosedur ini ujungu-jungnya pengenaan biaya. Sama halnya kalau ingin mendapat layanan kesehatan yang baik maka orang miskin perlu berjuang keras"

Buku ini memang ditulis karena kegelisahan hati sang penulis melihat ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Dengan keyakinan penulis bahwa sistim yang berlaku saat itu adalah sistim ekonomi liberal yang memunculkan berbagai efek samping kepada keadaan rakyat. Menurutnya, sistim ekonomi model tersebut mengakibatkan menebarnya orang miskin tapi juga sebaliknya melambungkan sejumlah kecil orang jadi kaya yang hidup berlebihan.

Sementara orang miskin menjadi seperti sosok pesakitan yang harus dikasihani, ketimbang dibela.

Dalam konteks sekarang dan kembali kepada banyaknya orang yang begitu senang memamerkan kekayaan mereka dan mereka mendapat tempat di hati masyarakat dalam arti sebagian orang menikmati berbagai tayangan-tayangan di mana mereka tanpa tedeng aling-aling mengungkap semua harta benda dan kemewahannya kepada publik tapi sementara ada orang yang terhibur dengan unjuk kekayaan mereka.

Tapi mungkin benar bahwa hal tersebut menjadi sebuah hiburan bagi audiens tertentu, namun mungkin bagi sebagian lain tidak tega menyaksikannya karena terlalu jauh jarak kemewahannya dengan dirinya yang tidak berpunya.

Komentar

Postingan Populer