Pernikahan Beda Agama di Indonesia: Realita Sosial dan Tantangan Hukum
Pernikahan beda agama di Indonesia kerap memunculkan pro dan kontra dalam masyarakat. Meski secara sosial fenomena ini bukan hal baru—seperti antara pasangan Islam-Hindu atau Kristen-Buddha—dilema muncul ketika pernikahan lintas agama tersebut berhadapan dengan aspek hukum dan administrasi negara. Salah satu contoh yang sempat menjadi perhatian nasional adalah kasus pernikahan beda agama di Semarang, Jawa Tengah pada Maret 2022, antara pemeluk Katolik dan Islam.
Kasus ini tidak hanya mengundang perdebatan publik, tetapi juga menempatkan Akhmad Nurcholish—seorang aktivis dan penulis—di tengah pusaran diskusi. Melalui buku yang ia susun, publik diajak melihat ulang realita pernikahan lintas agama dari sudut pandang kemanusiaan, cinta, dan tantangan hukum di Indonesia. Namun, di balik cinta, tantangan legal dan ideologis tak bisa dihindari, terutama saat memasuki ranah formal pernikahan yang cenderung "mengunci" pilihan pasangan lintas iman tersebut.
Lapisan penentangan pernikahan seperti itu cukup banyak. Bisa datang dari keluarga, masyarakat dan bahkan dari lembaga agama itu sendiri. Akibatnya bagi pelaku nikah beda agama itu akan menghadapi berbagai lika-liku pernikahan yang rumit. Tapi kenyataannya pernikahan beda agama itu sendiri tetap muncul di masyarakat.
Beberapa cara pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang terbentur dengan perbedaan keyakinan tersebut ditempuh. Bagi yang berkocek tebal bisa melangsungkan pernikahan di luar negeri dan kemudian ketika kembali ke Indonesia mencatatkan pernikahannya di catatan sipil. Bila hal itu berhubungan dengan masalah administrasi negara.
Tapi bila pernikahan di luar negeri tidak bisa ditempuh maka biasanya tidak mudah dilakukan. Maka jalan keluarnya satu pihak bersedia untuk menikah di salah satu agama saja. Perkara kemudian setelah pernikahan dilaksanakan dan syarat administrasi dipenuhi pihak yang telah pindah keyakinan tersebut kembali ke keyakinan asalnya, itu soal lain.
Nah, dari beberapa buku dengan tema pernikahan beda agama ini sebenarnya sudah diterbitkan khususnya beberapa buku dari pandangan pemikir Islam yang hampir kesemuanya melarang terjadinya pernikahan beda agama ini. Setidaknya Redaksi Idebuku menjumpai beberapa literatur di antaranya:
- Pernikahan Beda Agama dalam Al-Qur'an yang ditulis oleh Isnawati, Lc., MA diterbitkan oleh Penerbit Rumah Fiqih Publishing, Jakarta. Tahun 2019.
- Pernikahan Beda Agama dalam Al-Qur'an: Kajian Perbandingan Pro dan Kontra. Diterbitkan oleh Yayasan Pusaka Riau dengan tahun terbit 2011. Buku ini ditulis oleh Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag.
- Majalah Percikan Iman Edisi No. 5 Tahun 1 November 2000 yang di dalamnya membahas masalah pernikahan beda agama yang memuat beberapa komentar para tokoh Islam yang intinya melarang terjadinya nikah beda agama.
Namun demikian apakah setiap agama memiliki pandangan yang seragam mengenai pernikahan beda agama ini? Justru di sinilah Redaksi ingin melihat sisi lain dari cara memandang pernikahan beda agama ini. Dan buku yang menguak pandangan berbeda itu justru bisa ditemukan dalam buku yang diterbitkan oleh Kerjasama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia [Komnas HAM] Indonesian dan Conference On Religion and Peace [ICRP] . Judul buku: PROGRAM PENELITIAN DAN PENGKAJIAN PERMASALAHAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PERSEPEKTIF HAM. Buku ini disusun oleh Ahmad Baso dan Ahmad Nurcholish. Dengan tahun Terbit 2005.
Menariknya buku ini selain memunculkan pemikiran berbeda dari kebanyakan masyarakat yang lebih memilih untuk 'tidak mendukung ' pernikahan beda agama itu sendiri, tapi lebih dari itu di bagian pandangan keagamaan kita bisa menangkap pesan, agama paling toleran dengan pernikahan beda agama tersebut. Bagian ini ada di halaman 197-221.
Mengapa demikian? Bagian pandangan tokoh-tokoh agama dari masing-masing agama yang ada di Indonesia inilah kita bisa membaca arah pandangan keagamaan yang disampaikan oleh perwakilan tokoh-tokoh agama. Menurut Redaksi dari sinilah sebenarnya cara pandang di masyarakat itu berasal mengenai pernikahan beda agama yang diwakili oleh pemikiran para tokoh tersebut.
Tujuh pandangan keagamaan itu berasal dari pandangan Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Buddha, Khonghucu dan pandangan dari Penghayat Kepercayaan kita bisa menangkap munculnya berbedaan cara pandang dalam menilai pernikahan beda agama tersebut. Memang tentu saja pandangan yang ditulis dalam buku ini tentu tidak mewakili keseluruhan dari kelompok-kelompok yang ada di dalam masing-masing agama tersebut tapi kita bisa melihat arahnya apakah menolak atau mendukung.
Redaksi tidak akan mengungkap masing-masing pandangan yang dimuat dalam buku ini, karena tulisan ini sifatnya memancing setiap pembaca untuk membaca langsung pikiran-pikiran mereka. Karena dari buku inilah kita bisa mendapatkan pikiran-pikiran alternatif, bukan sekedar pikiran-pikiran yang sudah baku yang kita dengar selama ini.
Posting Komentar