Rasa Malu Bisa Penting Tapi Bisa Jadi Racun
Seperti ingin menjelaskan penyebab kelangkaan minyak goreng selama ini Kejagung RI mengungkap kasus mafia minyak goreng yang melibatkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI dan beberapa pihak menjadi tersangka tindak pidana korupsi 19/4/2022.
Kelangkaan minyak goreng yang mulai ramai dibicarakan sejak awal tahun ini memang membuat geram banyak pihak. Karena bagaimana mungkin negara prudusen terbesar Crude palm oil CPO di dunia tapi rakyatnya menjerit karena mahalnya minyak goreng. Sebuah ironi yang tidak habis pikir bisa terjadi.
Tapi kasus mafia minyak goreng yang melibatkan tindakan korupsi pejabat ini sebenarnya bukanlah yang terbaru muncul di negeri ini. Rentetan kasus-kasu korupsi terus muncul dan menjadi tontonan publik. Apakah tidak ada rasa takut untuk melakukan tindakan korupsi itu sendiri itu sendiri, atau setidak-tidaknya punya rasa malu untuk bertindak menyengsarakan rakyat tersebut?
Menjadi berbeda ketika mendengar bagaimana para pemimpin dunia yang memiliki rasa malu yang tinggi bila kedapatan melakukan tindakan korupsi. Tajuk Rencana Harian Kompas, Senin 25 Mei 2009 yang mengulas mengenai kematian mantan Presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun yang disinyalir sebagai bentuk rasa tidak bisa menahan rasa malu dan rasa bersalah atas tuduhan korupsi.
Sebenarnya Roh Moo-hyun sendiri presiden yang dikenal sangat bersih dan penganjur demokrasi. Namun karena istri dan juga anak serta menantu laki-lakinya yang ternyata menjadi tertuduh terlibat skandal korupsi maka Roh akhirnya mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Menurut Tajuk Rencana tersebut, tindakan Roh itu terasa kontras dengan fenomena budaya di banyak bangsa, termasuk di Indonesia. Sementara korupsi itu sendiri tidak pernah surut dan cenderung terus naik keberadannya, walaupun sudah ada Hari Anti Korupsi Internasional yang juga diperingati di negeri ini setiap 9 Desember. Miris bukan.
Buku yang coba diangkat ke permukaan kali ini ingin melihat perihal rasa malu. Titik berangkatnya yang ingin diungkap kontra terlebih dahulu, yaitu perasaan malu, namun bagi banyak pihak rasa malu itu sangat jauh dari kita.
Bukunya berjudul: Melepas Ikatan Rasa Malu (Healing The Shame That Binds You). Ditulis oleh John Bradshaw. Dan diterbitkan oleh PT Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia), Jakarta. Tahun terbit 2006.
Sebenarnya perasaan malu itu manusiawi. Makanya rasa malu itu wajar dimiliki oleh manusia yang sehat dan bahkan perasan malu itu sendiri bisa menjadi sebuah sumber kreatifitas dan pembelajaran.
Kalau Roh melakukan bunuh diri karena rasa malunya karena ternyata keluarganya terlibat dengan korupsi, maka bukan tindakan bunuh dirinya yang bisa dianggap benar, tapi bagaimana ia merasa bertanggung jawab terhadap keluarganya dan tidak sesuai dengan apa yang ia galakkan semasa ia memerintah. Bandingkan dengan budaya kita bila melakukan korupsi, sudah jelas-jelas korupsi saja masih berusaha untuk tertawa dan gembira, apalagi tidak ketahuan.
Namun demikian rasa malu itu bisa menadi racun yang sangat mematikan di dalam hidup kita apabila rasa malu itu didiskripsikan sebagai rasa malu sebagai gangguan karakter dan neurosis. Apabila rasa malu semacam itu sudah menguasai hidup kita, maka racun rasa malu semacam itu yang harus diberantas. Karena rasa malu semacam itu sebagai penghancur utama dalam kehidupan manusia.
Rasa malu semacam ini adalah kita merasa diri ini sebagai manusia yang cacat dan merasa diri tercela, dan kita kemudian membutuhkan diri sebagai yang tidak cacat atau sempurna. Karena kita merasa tidak sempurna itulah kemudian kita merasa malu. Nah, rasa malu semacam inilah yang disebut sebagai racun di dalam kehidupan kita.
Makanya buku ini menurut saya
luar biasa yang akan menolong kita untuk membuang racun rasa malu yang sering
kali menghinggapi orang-orang tertentu ataupun malah kita sendiri. Karena
terkadang rasa malu model ini jarang disadari oleh pemiliknya, maka buku ini
tentu saja bisa membuka dan membimbing kita.
Posting Komentar
0 Komentar