Menelisik Tindakan Manusia Bersama Erich Fromm
Di manapun yang namanya perang maka akibatnya adalah menginjak-injak yang namanya kemanusiaan. Baik itu pihak-pihak yang berperang dalam hal ini militer maupun warga sipil menjadi korban. Sejarah perang dunia pada masa-masa lalu bahkan memunculkan orang-orang bengis yang tidak memiliki pri kemanusiaan. Tokoh-tokoh terkenal yang dikenal bukan hanya menyukai peperangan itu terjadi tapi lebih dari itu terkadang menyukai kematian lawan-lawannya. Kematian musuh sangat dinikmati sebagai sebuah cinta kepada kematian tadi.
Melihat kenyataan tersebut Erich Fromm psikolog sosial menganalisa manusia itu sendiri dalam tindakannya. Fromm melihat bahwa dua pendapat mengenai manusia itu sendiri. Ada yang menganggap manusia adalah serigala, tapi juga yang lain mengatakan manusia sebagai domba.
Manusia sebagai domba diyakini oleh sebagian orang karena manusia itu mudah dipengaruhi untuk melakukan perintah, walaupun itu membahayakan dirinya. Contohnya maju dalam peperangan yang menghasilkan kehancuran. Pimpinan itu bermacam-macam, bisa pemimpin agama maupun pemimpin negara. Manusia bisa dipengaruhi, dibujuk dan dia menyerahkan kehendaknya kepada suara yang mengajaknya itu. Entah itu karena diancam, diiming-iming sesuatu yang manis-manis sehingga dia tidak dapat menolak.
Tapi kalau mayoritas manusia itu domba, mengapa dalam catatan sejarah justru banyak kisah kekerasan dan kekejaman tanpa henti untuk menundukkan manusia lainnya? Lihat saja bagaimana Hitler, Stalin, Teaat Pasha yang menghabisi jutaan orang Armenia? Di tengah peperangan kita menyaksikan bagaimana kebiadaban manusia begitu menakutkan yang memunculkan pemikiran, ternyata manusia itu serigala. Makanya Thomas Hobbes sampai pada kesimpulan, Homo Homini Lupus (manusia adalah serigala bagi manusia lain).
Erich Fromm pusing dibuatnya dengan dua kenyataan dalam diri manusia ini. Namun sebagai ilmuwan Fromm rupanya menelaah lebih jauh lagi ketika menganalisa berbagai jenis manusia dan salah satunya adalah manusia yang memiliki orientasi apa yang disebut dengan Nekrofilus, yaitu orientasi mencintai kematian.
Inilah yang dijelaskan dalam buku menarik dari tulisan Erich Fromm yang dalam bahasa Indonesia berujudul: Perang dalam Diri Manusia: Studi Psikologis Mengenai Akar Kehancuran. Diterbitkan oleh Penerbit IRCiSoD, Yogyakarta, Tahun 2020.
Orang dengan Nekrofil adalah orang yang tertarik dan terpikat pada segala yang mati; pada m*yat, pada yang busuk, pada fases, pada kotoran (hal. 16). orang tersebut menjadi hidup justru saat bisa bicara tentang kem*tian. Fromm kemudian mengambil contoh Hitler di mana dia sangat terpikat dengan penghancuran dan bau kematian manis baginya. Awalnya Hitler hanya ingin melakukan penghancuran siapa saja yang dianggapnya musuh. Tapi di kemudian hari Hitler justru ia mengalami kepuasan yang sangat ketika menyaksikan penghancuran total.
Buku menarik yang mungkin perlu dibaca oleh siapapun khususnya bagi mereka yang interes dengan psikologi sosial maupun mereka yang tertarik untuk menelisik pemikiran Fromm mengenai banyak hal.
Dan kembali kepada tuduhan sebagian masyarakat Barat terhadap tentara Rusia yang melakukan kejahatan perang seperti yang dilaporkan oleh Reuters. Memang sebuah peperangan akan melahirkan kekerasan dan penderitaan, apapun motifnya. Dan bila peperangan menjadi bagian dari usaha orang-orang yang bermasalah dengan kepribadiannya, akan menambah kesengsaraan yang tidak berujung.
Komentar
Posting Komentar