Apakah Konfusianisme Agama atau Falsafah Hidup? Ulasan Buku "The Tao of Confucius" oleh Maher McArthur

Daftar Isi


Apakah Konfusianisme sebuah agama, atau hanya sistem etika dan filsafat hidup? Inilah pertanyaan inti yang diangkat Maher McArthur dalam buku The Tao of Confucius. Buku ini menjadi bacaan penting bagi siapa pun yang tertarik pada studi lintas budaya, spiritualitas Timur, dan sejarah pemikiran Tiongkok.

Pertanyaannya apakah Konfusianisme adalah sistim filsafat moral atau kepercayaan spiritual? Maher McArthur menekankan bahwa Konfusianisme awalnya adalah sistem moral dan sosial yang menekankan tata krama (li), kemanusiaan (ren), dan keharmonisan sosial. Namun, dalam perkembangan sejarahnya, ajaran ini mengalami transformasi yang kompleks ketika memasuki wilayah spiritual, bahkan religius.

McArthur menjelaskan bahwa kebingungan tentang status Konfusianisme berasal dari perbedaan paradigma Timur dan Barat tentang “agama.” Mungkin karena kita sering mengikuti tradisi Barat dalam hal ini ketika memandang Kristen atau Islam, maka agama didefinisikan oleh keberadaan Tuhan personal, kitab suci, dan keselamatan jiwa. Tapi berbeda dengan Konfusianisme yang tidak mengajarkan tentang Tuhan personal atau keselamatan, melainkan menekankan nilai-nilai etika dan tatanan sosial.

Namun, seiring waktu, praktik Konfusianisme berkembang: muncul ritual, pemujaan leluhur, hingga penghormatan pada Konfusius layaknya tokoh suci. Di sinilah letak “zona abu-abu” yang dikupas tuntas oleh McArthur. Salah satu buku Maher lainnya penjelasannya bisa dilihat di bagian berikut.

 

Judul        : Konfusius: Kisah Hidup dan Pemikirannya

Penulis     : Maher McArthur

Penerbit    : Basabasi

Tahun       : Yogyakarta, Cetakan Pertama Juni 2021

Halaman   : 272 halaman

Agama Sipil: Jalan Tengah Pemahaman

Salah satu kontribusi penting buku ini adalah pengenalan istilah “agama sipil” untuk menjelaskan posisi Konfusianisme. Ia tidak cocok dimasukkan ke dalam kategori agama teistik, tetapi juga tidak murni filsafat akademik. McArthur menyebutnya sebagai "Religion without religion — a form of spirituality rooted in ritual, community, and moral responsibility."

Konsep ini membantu pembaca memahami bahwa Konfusianisme bukan soal iman pada kekuatan ilahi, melainkan tentang menjadi manusia yang bermoral dalam tatanan sosial.

Maher McArthur juga mengkritik kecenderungan Barat yang kerap memaksakan definisi agama berdasarkan kacamata monoteistik. Hal ini menyebabkan Konfusianisme sering disalahpahami, baik oleh ilmuwan, maupun masyarakat awam. Ulasan ini menjadi sangat relevan dalam dunia yang semakin global, di mana pemahaman lintas budaya menjadi kebutuhan mendesak.

Ketika kita membandingkan Konfusianisme dengan agama-agama seperti Kristen atau Islam, perbedaan mendasarnya ada pada definisi "agama" itu sendiri, terutama dari perspektif Barat (yang banyak dipengaruhi tradisi Abrahamik). Jadi, ketika orang Barat bertanya, “Apakah Konfusianisme itu agama?” mereka sering menilai berdasarkan kriteria "apakah ada Tuhan, doa, kitab suci, dan keselamatan". Karena Konfusianisme tidak memenuhi semua itu, ia menjadi abu-abu dalam kategori agama. Dan sering kali kita juga mengekor dalam menilai tentang Konfusius ini.

Kesimpulan

Poin Maher McArthur menunjukkan bahwa definisi “agama” itu sendiri bersifat kultural dan historis, bukan universal. Ketika memakai kacamata Barat, kita bisa gagal memahami bentuk-bentuk religiositas yang tidak mirip dengan monoteisme.

Buku The Tao of Confucius menawarkan pandangan mendalam tentang dinamika antara filsafat dan religiositas dalam ajaran Konfusius. McArthur mengajak pembaca berpikir ulang tentang apa itu “agama,” dan bagaimana tradisi Timur tidak selalu bisa diukur dengan kriteria Barat. Sebuah bacaan reflektif dan mencerahkan bagi pencari makna — baik sebagai filsuf, maupun sebagai manusia yang ingin memahami jalan hidup yang harmonis.

Posting Komentar